Rabu, 17 September 2008
JAKARTA (Suara Karya): Pengajuan calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) yang boleh dilakukan hanya oleh partai politik (parpol) atau gabungan parpol sebagaimana diatur dalam UU Nomor 23 tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) dinilai membatasi hak konstitusional warga negara, bahkan melanggar UUD 1945.
Penasihat hukum pemohon uji materiil UU tentang Pilpres (Fadjroel Rahman, Mariana Amiruddin dan Bob Febrian), Taufik Basari, melontarkan hal itu dalam sidang pendahuluan UU Pilpres terhadap UUD 1945 di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Selasa.
Menurut Taufik, UUD 1945 tidak melarang pasangan capres dan cawapres independen. "Apa yang ada dalam Pasal 6 a ayat (2) UUD 9145 bukan merupakan penghalang bagi capres dan cawapres perseorangan atau independen. Aturan main itu tak dapat diartikan sebagai larangan untuk mengusulkan pasangan capres/cawapres di luar usulan parpol atau gabungan parpol," tuturnya.
Oleh sebab itu, ia berpendapat frasa-frasa dalam sejumlah pasal UU Pilpres telah membatasi hak warga negara, khususnya ketiga pemohon, untuk mengajukan diri menjadi capres dan cawapres tanpa melalui parpol atau gabungan parpol," kata Taufik.
Di samping itu, pemohon menilai UU Pilpres diskriminatif, karena memberikan hak eksklusif kepada parpol di satu sisi dan di sisi lain menutup hak warga negara untuk memilih tanpa mempergunakan parpol.
Padahal, kata pemohon, putusan MK sebelumnya telah membuka jalan bagi calon perseorangan dalam pemilihan kepala daerah (pilkada).
"Seharusnya MK memberikan putusan yang sama pula bagi calon perseorangan dalam pilpres," tutur Taufik seraya berharap majelis hakim MK mengabulkan permohonannya, dan menyatakan UU Pilres bertentangan dengan UUD 1945.
Menanggapi harapan pemohonan itu, Hakim Konstitusi Maruarar Siahaan, mengingatkan para pemohon bahwasanya saat ini DPR sedang membahas RUU Pilpres baru.
"Jika RUU Pilpres itu disahkan, berarti UU Pilpres (lama) yang diajukan pemohon sudah tidak berlaku lagi. Kalaupun permohonan ini dikabulkan akan mubazir, karena mempersoalkan sesuatu yang sudah tidak ada," kata Maruarar mengingatkan.
Hakim Konstitusi Maria Farida Indrati juga meminta pemohon menjelaskan alasan digunakannya putusan MK tentang calon perseorangan dalam pilkada.
Menurut Maria, landasan hukum pilkada berbeda dengan pilpres sehingga pemohon harus memberikan argumentasi tambahan untuk memperkuat alasannya.
"Jika pemohon berargumen berdasarkan putusan MK tentang calon independen dalam pilkada, harus ada kajian yang berbeda," ujar Maria. (Wilmar P)
Sumber www.suarakarya-online.com
Foto Dokumentasi Humas MK