Monday, 15 September 2008
Pemilu merupakan instrumen yang sangat penting dalam penyelenggaraan negara berdasarkan prinsip demokrasi. Rakyat sebagai pemegang kedaulatan menentukan kebijakan kenegaraan melalui pemilu.
Pemilu dapat disebut sebagai sarana mengevaluasi kontrak sosial yang dibuat pada pemilu sebelumnya. Rakyat menentukan apakah kebijakan negara yang telah diambil dan para wakil rakyat yang telah menjabat layak dipertahankan atau tidak.
Pada posisi tersebut, kualitas pemilu sangat menentukan terwujudnya pemerintahan yang benar-benar mencerminkan prinsip pemerintahan dari, oleh,dan untuk rakyat. Kualitaspemiluditentukan oleh berbagai faktor dan aktor.
Di antaranya adalah kesiapan peserta dan masyarakat, penyelenggara, serta mekanisme penyelenggaraan pemilu. Salah satu perkembangan positif di era reformasi adalah adanya mekanisme memutus perselisihan hasil pemilu yang menjadi salah satu wewenang Mahkamah Konstitusi (MK). Pada masa lalu, penetapan hasil pemilihan umum merupakan keputusan yang tidak dapat diganggu gugat.
Hal itu memungkinkan terjadinya kesalahan penghitungan suara rakyat, baik semata-mata karena kesalahan penghitungan maupun karena kesengajaan (manipulasi). Dengan demikian wewenang MK memutus perselisihan hasil pemilu memiliki peran penting dalam menjaga dan memurnikan suara rakyat.
***
Perselisihan hasil pemilu adalah perselisihan penghitungan hasil pemilu antara peserta dengan penyelenggara pemilu. Untuk pemilu legislatif, perselisihan yang dapat diajukan ke MK adalah perselisihan yang memengaruhi perolehan kursi peserta pemilu. Perselisihan dapat terjadi semata-mata karena kesalahan dalam proses perhitungan maupun terkait dengan pelanggaran pemilu.
Walaupun dalam perkara perselisihan hasil pemilu yang menjadi pokok soal adalah angka-angka, itu merefleksikan rangkaian proses pelaksanaan pemilu, terutama pada tahap penghitungan hasil.
Oleh karena itu,penyelesaian pelanggaran pemilu, baik berupa pelanggaran administratif maupun tindak pidana pemilu yang mempengaruhi hasil pemilu,ditentukan dalam UU Nomor 10 Tahun 2008 harus selesai lima hari sebelum penetapan hasil pemilu secara nasional.
Potensi munculnya perselisihan karena kesalahan perhitungan dapat terjadi pada saat dilakukan perhitungan dan rekapitulasi bertingkat,yaitu perhitungan di tingkat TPS,rekapitulasi oleh PPK, rekapitulasi oleh KPU kabupaten/ kota, rekapitulasi oleh KPU provinsi, serta rekapitulasi secara nasional oleh KPU.
Pada tahapan penghitungan suara, pelanggaran yang memengaruhi hasil pemilu dapat terjadi dalam bentuk penggelembungan atau pengurangan suara peserta pemilu tertentu. Hal itu dapat dilakukan dengan cara memalsukan,merusak, atau menghilangkan surat suara, berita acara pemungutan dan penghitungan suara,serta sertifikat hasil penghitungan suara.
Pelanggaran ini rawan terjadi pada proses perjalanan penyampaian dokumen-dokumen pemilu dari satu tingkat ke tingkat selanjutnya, apalagi jika membutuhkan waktu yang relatif lama dan jarak yang cukup jauh.
Untuk mencegah kesalahan penghitungan dan rekapitulasi hasil pemilu,proses tersebut dilakukan secara terbuka dan disaksikan oleh pengawas pemilu, saksi dari peserta pemilu, dan pemantau pemilu. Apabila terdapat keberatan dapat langsung disampaikan kepada petugas penyelenggara pemilu.
Keberatan tersebut dapat ditindaklanjuti dengan pembetulan jika keberatan dapat diterima. Namun jika tidak dapat diterima atau tidak dapat diambil keputusan, keberatan tersebut dicatat dalam berita acara penghitungan serta diteruskan kepada pengawas dan penyelenggara pemilu pada tingkat yang lebih tinggi.
Berdasarkan keberatan inilah dapat dilacak letak perbedaan penghitungan yang menyebabkan perselisihan hasil pemilu. Selain itu, pada tiap tingkat perhitungan dan rekapitulasi tersebut,saksi dari setiap peserta pemilu memperoleh salinan berita acara pemungutan dan penghitungan suara serta sertifikat hasil penghitungan suara.
Berdasarkan dokumen tersebut, setiap peserta pemilu dapat melakukan penghitungan sendiri secara bertingkat dan membandingkannya dengan penghitungan yang dilakukan KPU. Perbandingan inilah yang akan menjadi salah satu dasar permohonan perselisihan hasil pemilu ke MK.
Dokumen-dokumen berita acara dan sertifikat penghitungan suara juga menjadi salah satu alat bukti yang penting dalam hal terjadi pemalsuan, perusakan, atau penghilangan dokumen pemilu yang dimiliki KPU.
***
UU MK memberikan waktu selama 3x24 jam kepada peserta pemilu untuk mengajukan permohonan perselisihan hasil pemilu kepada MK setelah penetapan hasil pemilu secara nasional oleh KPU. MK sendiri diberi batas waktu 30 hari untuk memutus seluruh perselisihan hasil pemilu legislatif.
Batas waktu tersebut memang sangat pendek, tetapi jika peserta pemilu telah memiliki kesiapan tentu tidak akan menghadapi banyak masalah. Persiapan tersebut di antaranya adalah adanya saksi di setiap TPS yang telah dibekali dengan pengetahuan dan pemahaman, sistem pengolahan data yang memadai, serta tim advokasi yang solid.
Dengan persiapan tersebut, peserta pemilu akan memiliki data yang valid dan alat bukti yang kuat untuk beperkara di MK. Di sisi lain, walaupun penghitungan waktu 3x24 jam dimulai dari penetapan hasil pemilu secara nasional oleh KPU, UU Pemilu juga menentukan bahwa sebelumnya telah dilakukan penetapan perolehan suara di tingkat daerah.
KPU kabupaten/kota menetapkan perolehan suara partai politik untuk calon anggota DPRD kabupaten/ kota paling lambat 12 hari setelah hari pemungutan suara. KPU provinsi menetapkan perolehan suara partai politik untuk calon anggota DPRD provinsi paling lambat 15 hari setelah hari pemungutan suara.
Untuk penetapan perolehan suara nasional oleh KPU, hal itu dilaksanakan paling lambat 30 hari setelah hari pemungutan suara. Dengan demikian, sebelum penetapan perolehan suara nasional, peserta pemilu partai politik telah dapat mengetahui perolehan suara masing-masing pada pemilihan anggota DPRD kabupaten/ kota dan provinsi.
Dengan sendirinya, partai politik sudah dapat mengetahui apabila terdapat perbedaan penghitungan antara yang ditetapkan oleh KPU kabupaten/ kota atau KPU provinsi. Pada saat itulah setiap peserta pemilu dapat mulai mempersiapkan diri jika hendak mengajukan permohonan ke MK.
Mengingat sistem pemilu yang dianut adalah proporsional dengan daftar terbuka, perbedaan tersebut juga akan memengaruhi perolehan secara nasional sehingga alat bukti dan saksi yang disiapkan juga akan bermanfaat untuk perselisihan hasil yang menentukan perolehan kursi di DPR.
***
Selain persiapan yang perlu dilakukan olehpesertapemilu,persiapan pihak lain yang menentukan penyelesaian perselisihan hasil pemilu adalah pengawas, penyidik,penuntut,dan pengadilan tindak pidana pemilu.
UU Pemilu telah memberikan tenggat waktu kepada setiap pihak untuk menjalankan tugas masing-masing sehingga lima hari sebelum penetapan hasil pemilu semua perkara tindak pidana pemilu yang memengaruhi hasil pemilu harus sudah selesai. Hal ini sangat penting karena terkait dengan proses pembuktian pada saat persidangan perselisihan hasil pemilu di MK.
Dengan adanya ketentuan tersebut, semua alat bukti yang diajukan dalam persidangan di MK dapat dijamin keabsahan dan keasliannya. Di sisi lain,MK sebagai lembaga yang berwenang memutus perselisihan hasil pemilu juga dituntut untuk mempersiapkan diri secara matang.
Persiapan tersebut meliputi baik aspekhukumacarasesuaidengan perkembangan yang ada maupun aspek sarana dan prasarana yang dibutuhkan untuk memperlancar proses persidangan serta memperluas akses masyarakat, terutama peserta pemilu terhadap persidangan MK.
Saat ini MK telah menyelesaikan Peraturan Mahkamah Konstitusi yang mengatur hukum acara perselisihan hasil pemilu yang telah disesuaikan dengan UU Pemilu. Selain itu, di bidang sarana dan prasarana, MK tengah mengembangkan teknologi video conferences sehingga persidangan perselisihan hasil pemilu dapat dilakukan dan diikuti oleh seluruh lapisan masyarakat dari jarak jauh di seluruh wilayah Indonesia.
Dengan persiapan semua pihak, Pemilu 2009 akan dapat dilaksanakan dengan baik, khususnya dalam penyelesaian perselisihan hasil sebagai salah satu bentuk peningkatan kualitas pemilu. Diharapkan tidak ada lagi suara rakyat yang âberalihâ atau âdialihkanâ, serta tidak ada lagi peserta pemilu yang merasa dirugikan atau dicurangi.
Dengan demikian Pemilu 2009 mendatang memiliki legitimasi yang kokoh dan dapat mewujudkan kebijakan dan pemerintahan yang benar-benar dikehendaki rakyat untuk lima tahun selanjutnya.(*)
Janedjri M. Gaffar
Sekjen Mahkamah Konstitusi
Sumber: http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/opini/antisipasi-perselisihan-pemilu-3.html
foto: Dok. Humas MK