by : M. Yamin Panca Setia
RUU MA dinilai melemahkan Komisi Yudisial dan membuat komisi ini menjadi subordinat MA.
RANCANGAN Undang-Undang (RUU) Mahkamah Agung (MA) yang diajukan MA ke DPR berpotensi membuka celah bagi praktik mafia peradilan lantaran melemahkan Komisi Yudisial (KY) dalam melaksanakan fungsi pengawasan eksternal perilaku dan kinerja para hakim dalam menegakkan keadilan.
"Itu (RUU MA) set back (kembali ke belakang). Jangan berharap mafia peradilan itu akan berkurang kalau pengawasan eksternal dikurangi. Kalau konstitusi saja sudah mereduksi kewenangan KY, dan kalau Panitia Kerja (Panja) Komisi III DPR meloloskan draf RUU MA, maka semakin memperparah peran pengawasan eksternal," kata Ketua KY Busyro Muqoddas di Jakarta, kemarin.
Menurut Busyro, draf RUU MA seharusnya tidak dilepaskan dari spirit dan tujuan pembentukan KY yang ditugaskan UUD 1945 untuk mewujudkan peradilan yang bersih.
Dia menilai, selama lebih 30 tahun peradilan Indonesia tidak pernah disentuh oleh tangan-tangan demokratisasi, dan tertutup lantaran lemahnya pengawasan eksternal.
"Nah, kehadiran KY itu untuk melakukan pengawasan eksternal dan itu sudah sesuai dengan dinamika masyarakat yang makin sadar akan isu demokrasi. Tapi, kalau nanti pembahasannya mengarah pada fungsi pengawasan lebih dominan kepada internal, itu mengingkari reformasi dan kembali lagi ke belakang. Itu yang versi MA," kata Busyro.
Dalam melakukan reformasi di tubuh peradilan, lanjut dia, KY mengusulkan pembentukan majelis kehormatan hakim yang terdiri dari tiga unsur KY, dan dua dari MA.
Dalam RUU MA, pelaksanaan fungsi tertinggi dalam mengawasi penyelenggaraan pengadilan terletak di tangan MA membuat KY menjadi subordinat MA. KY mendesak agar pasal-pasal yang terdapat dalam RUU MA tidak mengurangi kewenangan konstitusional KY yang telah dijamin UUD 1945.
Terkait dengan usulan usia 70 tahun bagi hakim agung MA, Busyro menilai, hal itu dapat menghambat regenerasi. KY telah mengusulkan agar pensiun hakim agung berusia 65 tahun. "Karena semangatnya adalah regenerasi. Itu bagian dari transformasi dan reformasi. Jadi, kalau 70 tahun versi MA dan sayangnya pemerintah juga mengusulkan 70 tahun," kata Busyro.
KY meminta DPR memprioritaskan pembahasan revisi UU KY terlebih dahulu karena UU KY itu yang dirugikan oleh putusan Mahkamah Konstitusi (MK).
"Semoga DPR betul-betul menjadi lembaga politik perwakilan rakyat yang berpihak kepada kepentingan rakyat, bukan kepentingan MA dan pemerintah," katanya.
Sementara itu, Aliansi Penyelamat Mahkamah Agung (APMA) menyesalkan jika Komisi III DPR terkesan tertutup dalam membahas RUU MA. APMA juga mempertanyakan mengapa pembahasan RUU MA yang menjadi prioritas ketimbang RUU Komisi Yudisial (KY) dan RUU Mahkamah Konstitusi (MK).
"Ada kekhawatiran pembahasan UU MA itu lebih diutamakan, karena adanya keberpihakkan dari Komisi III ke MA Jubir APMA yang juga sebagai peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Ilian D, di Jakarta, kemarin.
APMA mencurigai adanya praktik suap pembahasan RUU MA yang salah satu isinya mengenai usulan perpanjangan usia pensiun hakim agung. Upaya memperpanjang usia pensiun itu, sangat berbahaya bagi semangat pembersihan MA dari mafia peradilan dan perspektif regenerasi.
"Karena itu, kami menolak perpanjangan usia pensiun hakim agung hingga 70 tahun itu," katanya.
Ketua Mahkamah Agung (MA), Bagir Manan mengharap agar semua pihak menanyakan soal draf RUU MA ke pemerintah.
"Politik pembentuk UU itu kan ada di tangan pemerintah, sedangkan MA sebagai pelaksananya. Tanya ke pemerintah, jangan tanya ke kita," katanya di Gedung MA, Jakarta, kemarin.
Bagir menambahkan, MA tidak akan mencampuri kebijakan pemerintah, termasuk dalam penetapan batas usia pensiun hakim agung. "Kalau ditetapkan 70 tahun ya 70, kalau 75 tahun ya 75," katanya. n
Sumber: http://www.jurnalnasional.com/?media=KR&cari=mahkamah konstitusi&rbrk=&id=65105&detail=Politik - Hukum â Keamanan