by : Wahyudi Marhaen Pratopo ES.
Kebijakan pemerintah menaikkan gaji guru dan dosen yang berstatus pegawai negeri sipil sebesar 14 persen pada 2009 layak disambut gembira, terutama bagi kalangan pendidik. Kenaikan gaji pendidik ini di luar kenaikan rutin gaji pegawai negeri sipil yang tahun depan mencapai 15 persen. Dengan dua komponen kenaikan itu, gaji guru pegawai negeri sipil dengan pangkat terendah minimal Rp2 juta per bulan.
Guru dan dosen non-pegawai negeri sipil yang terdaftar di Departemen Pendidikan Nasional atau Departemen Agama, juga mendapat kenaikan subsidi tunjangan dengan besaran berbeda sesuai dengan tingkat pendidikan. Guru non-pegawai negeri sipil yang tingkat pendidikannya non-sarjana mendapat tambahan kesejahteraan Rp50 ribu tiap bulan, sedangkan yang berpendidikan sarjana mendapat kenaikan Rp100 ribu tiap bulan.
Kenaikan gaji tersebut bisa diberikan setelah ada peningkatan anggaran pendidikan hingga 20 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun 2009 atau senilai Rp224 triliun. Jumlah 20 persen ini sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar 1945, yang ditegaskan lewat putusan Mahkamah Konstitusi pada pertengahan Agustus lalu.
Kenaikan gaji guru dan dosen yang berarti kenaikan kesejahteraan para pendidik, hendaknya bisa mendorong mereka untuk meningkatkan mutu pendidikan di Tanah Air.
Selama ini, rendahnya kesejahteraan guru sering dijadikan alasan atas rendahnya mutu pendidikan di Indonesia. Mereka tidak bisa konsentrasi penuh dan mempersiapkan materi belajar mengajar dengan baik karena waktunya tersita untuk mencari penghasilan tambahan. Ada yang mengajar di sekolah lain, memberi kursus, bertani, hingga mengojek.
Kualitas pendidikan tentu tidak hanya ditentukan oleh faktor kesejahteraan guru dan dosen. Kemampuan para pendidik dalam menguasai materi pelajaran serta menyampaikannya dengan komunikatif dan jelas kepada anak didik juga menentukan keberhasilan proses belajar mengajar. Karena itu, peningkatan kemampuan guru dan dosen secara terus menerus harus tetap dilakukan, baik lewat kursus, pelatihan, seminar, maupun peningkatan jenjang pendidikan formal.
Untuk itu, kebijakan pemerintah menetapkan program peningkatan kemampuan guru dan dosen pantas diapresiasi. Program ini termasuk sertifikasi guru dan dosen serta peningkatan jenjang pendidikan dari non-sarjana menjadi diploma atau sarjana, lalu dari sarjana strata 1 (S-1) menjadi strata 2 (S-2) dan strata 3 (S-3).
Kualitas pendidikan juga ditentukan oleh tersedianya fasilitas yang mendukung, seperti gedung sekolah, perpustakaan dengan buku memadai, laboratorium, sarana olahraga, alat-alat kesenian, serta kegiatan-kegiatan dan lingkungan yang menunjang.
Hingga sekarang masih ada ribuan gedung sekolah dan ruang kelas yang tidak layak digunakan untuk kegiatan belajar mengajar, bahkan membahayakan anak didik. Sejumlah gedung sekolah dan ruang kelas telah ambruk, beberapa di antaranya menimpa siswa yang sedang belajar.
Kalau gedung sekolah dan ruang kelas yang primer saja tidak layak, sarana lain yang lebih komplementer tentu semakin tidak memadai, bahkan tidak ada. Kalau sarana dan prasarana pendidikan tidak memadai, kenaikan gaji guru tidak akan banyak berdampak bagi peningkatan mutu pendidikan.
Karena itu, adanya kenaikan anggaran pendidikan hingga 20 persen dari APBN hendaknya juga digunakan untuk membenahi sarana dan prasarana yang masih belum memadai.
Selain itu, tanggung jawab dan dedikasi para pendidik juga menentukan mutu dan keberhasilan bidang pendidikan. Jangan sampai pragmatisme melunturkan semangat dan perjuangan para pahlawan tanpa tanda jasa.
Sumber: http://www.jurnalnasional.com/?media=KR&cari=mahkamah konstitusi&rbrk=&id=64800&detail=Opini