JAKARTA-- Gerakan Perempuan bersama Kementerian Pemberdayaan Perempuan (KPP) yang bekerja dalam advokasi di arena politik menyatakan sikap menolak revisi terbatas UU No 10/2008 tentang Pemilu.
Sebagaimana perkembangan yang tengah terjadi di DPR sekarang, ada keinginan beberapa partai politik (parpol)--Golkar, Demokrat, dan PAN--untuk melakukan revisi terbatas UU Pemilu, khususnya Pasal 214 tentang Penetapan Calon Terpilih.
Revisi terbatas dimaksudkan memberikan peluang bagi partai politik untuk menetapkan calon terpilih berdasarkan kesepakatan internal partai. Sementara itu, Pasal 214 UU Pemilu mengatur calon terpilih berdasarkan kombinasi antara perolehan suara 30 persen Bilangan Pembagi Pemilih (BPP) dan nomor urut jika tidak ada calon yang memenuhi ketentuan BPP tersebut.
Dalam pernyataan pers yang diterima Republika, Rabu (10/9), Gerakan Perempuan melihat ada banyak hal yang harus dikritisi berkenaan rencana tersebut. Di antaranya, inkonsistensi tindakan afirmatif untuk meningkatkan representasi perempuan di parlemen sebagaimana semangat UU Pemilu.
Menurut Yuda Irlang, koordinator Aliansi Perempuan untuk UU Politik (Ansipol), desain tindakan afirmatif dalam UU Pemilu adalah memberikan peluang lebih besar bagi perempuan untuk dapat terpilih melalui mekanisme pencalonan perempuan minimal 30 persen oleh partai politik (Pasal 53), penempatan calon sekurang-kurangnya satu nama dalam setiap tiga nama (Pasal 55 ayat 2), serta penetapan calon terpilih dengan ketentuan 30 persen BPP dan nomor urut (Pasal 214).
Ditambahkan Yuda, tindakan afirmatif bagi keterwakilan perempuan dalam UU Pemilu merupakan desain dari 'hulu ke hilir', dalam arti mengkombinasikan antara proteksi dalam mekanisme internal partai (pencalonan dan penempatan dalam daftar calon) dan mekanisme eksternal partai berupa dukungan konstituen yang diraih caleg melalui perjuangan di daerah pemilihan bersangkutan.
Dalam pernyataan yang sama, Sri Budi Eko Wardani dari Pusat Kajian Politik (Puskapol) FISIP UI menyatakan, rencana revisi itu juga memperlihatkan inkonsistensi parpol terhadap kesepakatan dalam UU Pemilu. Pembahasan penetapan calon terpilih, kata dia, termasuk paling alot sampai akhirnya disepakati bahwa penetapan calon terpilih adalah dengan BPP dan nomor urut (Pasal 214). nul
Sumber: http://www.republika.co.id/launcher/view/mid/22/kat/45/news_id/2408