Senin, 1 September 2008 | 00:18 WIB
Jakarta, Kompas - Perhimpunan Advokat Indonesia atau Peradi dan Kongres Advokat Indonesia atau KAI tidak bersedia dibekukan. Alasan Peradi adalah eksistensi organisasi advokat itu sesuai undang-undang dan putusan Mahkamah Konstitusi. KAI beralasan, pembekuan harus melalui kongres semua anggota KAI yang tersebar di 24 provinsi.
Demikian disampaikan Sekretaris Jenderal Peradi Harry Ponto, Sekretaris Dewan Kehormatan Peradi Pusat Sugeng Teguh Santoso, dan Presiden KAI Indra Sahnun Lubis secara terpisah di Jakarta, Minggu (31/8).
Sebelumnya, hakim senior dan akademisi yang tergabung dalam âPetisi 5â, yaitu Adi Andojo Soetjipto, HM Laica Marzuki, Muhammad Abduh, Ningrum N Sirait, dan SF Marbun, merekomendasikan Peradi dan KAI dibekukan sebab tidak sah. Konflik di antara kedua organisasi itu juga dinilai merugikan pengacara. Karena itu, dibutuhkan musyawarah nasional baru untuk membuat organisasi advokat yang sah dan lebih solid (Kompas, 31/8).
âPetisi 5â, yang dibacakan Marbun pada perayaan 44 tahun Persatuan Advokat Indonesia (Peradin) di Jakarta, menilai, pembentukan Peradi tidak sah sebab melampaui batas waktu yang disebutkan Pasal 32 Ayat 4 UU Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat. Peradi dinilai cacat hukum sebab seharusnya mengadakan kongres guna membentuk organisasi baru dan kepengurusan baru setelah dua tahun disahkannya UU Advokat.
Menurut Sekjen Peradi, âPetisi 5â tak mengerjakan pekerjaan rumahnya dengan baik. âKalau dibaca dengan baik, Peradi didirikan 21 September 2004, pada 7 April 2005 Peradi mengundang Ketua Mahkamah Agung (MA), Jaksa Agung, serta Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia menghadiri berdirinya Peradi. Pada 5 April 2005 launching Peradi,â kata Harry.
Sugeng mengatakan, limitasi Peradi tak dapat diganggu gugat karena didirikan sebelum batas waktu dua tahun yang ditentukan UU Advokat. âPeradi tidak mungkin dibekukan karena sah menurut UU Advokat,â katanya.
Sebaliknya, Indra Sahnun menegaskan, pembekuan KAI tidak mudah. âJika mau dibekukan, harus melalui kongres anggota KAI, tidak boleh dilakukan oleh individu. Tak semudah disebutkan itu. âPetisi 5â itu kan baru imbauan saja,â kata Indra Sahnun.
Berdasarkan catatan Kompas, anggota âPetisi 5â adalah majelis kehormatan ad hoc, yang dibentuk KAI, untuk menyidangkan kasus dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan advokat Todung Mulya Lubis. Peradi DKI Jakarta memvonis mencabut izin advokat Mulya Lubis untuk selamanya sebab terbukti melanggar kode etik. Mulya Lubis tak mengajukan banding ke Peradi, melainkan ke KAI.
Peluang berdamai
Indra Sahnun mengatakan, konflik organisasi advokat berawal dari ketidakpuasan atas kepemimpinan Ketua Umum Peradi Otto Hasibuan. Peradi dinilai tidak mengakar dan dikuasai segelintir advokat. Dalam ujian advokat, Peradi juga memungut biaya yang sangat tinggi sehingga menyulitkan para sarjana hukum untuk memiliki izin beracara.
âKami mendirikan KAI sebab tak puas kepada manajemen pimpinan Peradi. Begitu kami mendirikan KAI, banyak yang mendaftar ke kami. Buktinya KAI kini tersebar di 24 provinsi dengan anggota lebih dari 11.000 orang,â kata Indra, yang sebelumnya Wakil Ketua Umum Peradi.
Harry meminta MA bersikap tegas dalam melihat konflik Peradi-KAI. âKalau logika pembubaran lalu dilakukan musyawarah nasional lagi, ini tak akan pernah selesai. Dari zaman Peradin juga begitu. Yang diwariskan sampai sekarang adalah bahaya laten perpecahan,â katanya.
Harry juga melanjutkan, sesuai pembicaraan dengan Peradi, Laica tidak pernah menyatakan pendirian Peradi cacat hukum. Laica adalah hakim konstitusi yang ikut memutuskan Peradi sebagai organisasi tunggal advokat. (vin)
Sumber: http://cetak.kompas.com/read/xml/2008/09/01/00180650/organisasi.advokat.tak.terima.usul.pembekuan
foto: dok. Humas MK