by : M. Yamin Panca Setia
KONSORSIUM Reformasi Hukum Nasional (KRHN) menilai eksistensi, independensi dan akuntabilitas Mahkmah Konsitusi (MK) sebagai pengawal konstitusi harus diperkuat lewat revisi Undang Undang (UU) MK yang tengah dibahas di DPR.
Sejak lima tahun berdiri, MK telah optimal menjadi peradilan konsitusi. Namun, KHRN mendeteksi sejumlah masalah MK yang harus dipertimbangkan DPR dan pemerintah dalam merevisi UU MK.
Ketua Badan Pengurus Harian KRHN, Firmansyah Arifin mengatakan, masalah yang dihadapi MK yakni inkonsistensinya pemerintah dan DPR dalam mengeksekusi putusan uji materi MK.
Menurut dia, seharusnya semua pihak harus mematuhi putusan MK sebagai lembaga peradilan. "Namun, kita melihat tidak mudah keputusan MK diikuti, atau direspon positif oleh berbagai elemen masyarakat, pemerintah dan DPR, bahkan ada kecenderungan menolak putusan MK," katanya di Jakarta, kemarin.
Menurut Firmansyah, UU MK mengatur periodisasi jabatan ketua, wakil dan anggota hakim konstitusi adalah lima tahun dan masih bisa dipilih kembali lima tahun berikutnya. "Namun, dalam proses pemilihan sangat rentan intervensi dari pihak manapun yang akan mereduksi independensi MK. Karena itu, kita memandang periodisasi masa jabatan harus ditiadakan."
Terkait dengan pengujian UU terhadap UUD, KHRN merekomendasikan agar Pasal 50 UU MK dihapus, serta memperjelas kewenangannya dalam menafsirkan UUD, memberikan pertimbangan, keterangan dan nasihat masalah konstitusional kepada siapapun jika diminta. MK sebaiknya juga memiliki kewenangan untuk meminta penghentian sementara proses hukum ketika UU yang menjadi dasar porses hukum tersebut tengah diuji.
Terkait dengan kewenangan penyelesaian sengketa kewenangan antarlembaga negara, perlu ditegaskan mengenai lembaga negara yang disebut dalam UUD 1945.
http://jurnalnasional.com/?med=Koran Harian&sec=Politik - Hukum - Keamanan&rbrk=&id=63204&detail=Politik - Hukum â Keamanan
foto: dok. Humas MK