Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang ketiga Pengujian UU No.37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UU Kepailitan), Selasa (26/8) pukul 10.00 WIB, di ruang Sidang Pleno Lantai 2 Gedung MK dengan agenda Mendengarkan Keterangan Pemerintah, DPR, dan Ahli Pemohon. Pasal-Pasal yang diujikan dari UU a quo adalah Pasal 29, Pasal 55 ayat (1), Pasal 59 ayat (1), dan Pasal 138 yang dianggap bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) dan ayat (2) UUD 1945.
Dalam sidang ini Ahli Pemohon Dr. Rizal Ramli menerangkan bahwa berbeda dengan yang terjadi di Indonesia, di Amerika pemenuhan upah buruh didahulukan dari kreditur separatis. âDi Amerika, upah tenaga kerja dikategorikan sebagai expenses (pengeluaran). Karena itu ketika terjadi pailit, penyelesaian upah buruh harus didahulukan daripada kreditur separatis,â jelas mantan menteri perekonomian itu.
Hal ini dilatari kondisi perindustrian Indonesia yang mayoritas industrinya adalah industri padat karya. Padahal, industri jenis ini adalah industri yang rentan pailit dan cenderung banyak utang. âRasio investasinya 1:5. 1 modal, 5 utang,â seru Rizal. Karena itulah, ketika terjadi kepailitan, harta perusahaan habis untuk kreditur separatis.
Pendapat Rizal tersebut sama dengan pendapat Dr.Surya Candra, S.H., L.L.M., Ph.D. Menurut Surya, di beberapa negara upah buruh tidak termasuk sebagai hal yang perlu dipertimbangkan pemenuhannya.âKarena upah buruh memang harus dipenuhi tanpa ditimbang-timbang,â ucap Surya.
Surya juga menerangkan bahwa selama ini ada ketegangan antara UU No.13/2003 (UU Ketenagakerjaan) dengan UU No. 37/2004 (UU Kepailitan). âKetika terjadi kepailitan, UU Ketenagakerjaan mengamanatkan agar hak buruh didahulukan. Namun, UU Kepailitan mengamanatkan agar kreditor separatislah yang didahulukan. Karena itu, kita harus kembali ke konstitusi. Dan kita harus ingat, UUD 1945 adalah proteksi terhadap hak-hak warga negara, bukan terhadap hak-hak korporasi,â urai Surya.
Di samping itu Surya pun mengingatkan agar kaum elite jangan memandang buruh sebagai kaum yang anti investasi. âBuruh tidak anti investasi. Buruh perlu investasi. Akan tetapi, hak-haknya jangan dicurangi demi investasi,â pesan Surya.
Menanggapi penjelasan kedua ahli tersebut, Dirjen Administrasi Hukum Umum sebagai wakil pihak Pemerintah dalam penjelasannya menegaskan bahwa UU Kepailitan sama sekali tidak meniadakan hak buruh ketika terjadi kepailitan. âHak buruh tetap diakui. Hanya saja, dalam keadaan pailit buruh tidak bisa datang langsung meminta haknya kepada debitor, tetapi kepada kurator,â pungkas Syamsudin. [Kencana Suluh Hikmah]