MOHAMMAD Mahfud MD terpilih sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) periode 2008-2011 lewat pemungutan suara (voting) sembilan hakim konstitusi di Gedung MK, Jakarta kemarin (19/8).
Mahfud berhasil mengalahkan Jimly Asshiddiqie dengan selisih suara tipis yakni berbanding 5-4. Mekanisme pemungutan suara yang terbuka untuk umum itu berlangsung alot hingga dua kali putaran. Pada putaran pertama, keduanya langsung mendominasi menyingkirkan tujuh kandidat lainnya. Mahfud dan Jimly masing-masing mendapatkan empat suara. Sementara satu hakim konstitusi menyatakan abstain. Sementara pada putaran kedua, Mahfud unggul satu suara dari Jimly.
Setelah itu, pemilihan Wakil Ketua MK dengan mekanisme yang sama langsung dilakukan. Prosesnya pun lebih alot. Pada putaran pertama, hakim konstitusi baru yang yang juga diusulkan DPR yakni Akil Mochtar meraih dukungan paling banyak yakni tiga suara, kemudian diikuti Maruarar Siahaan dan Abdul Mukthie Fadjar yang masing-masing mendapatkan dukungan dua suara. Sementara Arsyad Sanusi meraih satu suara, dan satu hakim konstitusi menyatakan abstain.
Lantaran tidak ada yang mencapai lebih dari 50 persen suara, maka pemilihan Wakil Ketua MK pun berlanjut pada putaran kedua. Akil Mochtar yang sempat mendominasi ternyata hanya mendapatkan dua suara.
Sementara Mukthie meraih empat suara dan Maruarar tiga suara. Hingga akhirnya, pada putaran ketiga, Mukthie dinyatakan menjadi Wakil Ketua MK karena berhasil meraih lima suara, mengalahkan Maruarar yang mendapatkan empat suara.
Jimly legowo menerima hasil tersebut. Menurut dia, mekanisme pemilihan secara terbuka dilaksanakan MK karena ingin menjadi contoh lembaga yang akuntabel.
"Mudah-mudahan, pimpinan yang akan datang bersama rombongan sembilan hakim konstitusi yang sekarang dapat meningkatkan kinerja lagi, karena tantangan lima tahun ke depan ini akan beda dengan lima tahun yang pertama," ujar Jimly.
Tantangan yang dimaksud karena semakin dekatnya Pemilihan Umum 2009 yang berbeda semua aspek dari partisipan dengan Pemilu 2004.
"Objek perselisihan juga makin rumit. Lalu Pilkada pun dimasukan dalam definisi baru tentang Pemilu. Ini tentu akan menghadirkan tantangan baru." katanya.
Tak Terpengaruh
Mahfud menyatakan, meski latar belakang dirinya sebagai politisi tidak akan mengusik independensi MK yang telah dibangun oleh Jimly.
"Tidak (memengaruhi independensi). Kan nanti bisa dinilai saja. Insya Allah tidak. Inikan saya sudah menjadi negarawan. Kalau dulu, politikus," katanya.
Mahfud menilai, sejak enam bulan bergabung di MK, para hakim konstitusi sangat independen. Tidak ada dominasi ketua dan wakil ketua dalam memutuskan perkara uji materi. "Semua bebas berdebat. Kalau tidak mencapai kesepakatan, bisa diambil kesepakatan lewat dissenting opinion," ujarnya.
Mahfud menegaskan, indenpendsi MK paling utama untuk dijaga agar produk dan putusan MK bermutu dan sesuai dengan keyakinan akan sisi konstitusi yang diperkarakan masyarakat.
Pengamat Hukum Tata Negara Irman Putra Siddin menilai latar belakang Mahfud sebagai politisi tidak akan bisa mempengaruhi independensi keputusan MK karena keputusan dalam menguji UU adalah wewenang sembilan hakim konstitusi.
Irman juga mengingatkan bahwa tantangan MK makin besar. Menjelang Pemilu 2009, kata dia, MK akan memutuskan perkara terkait pengujian UU calon Presiden independen yang akan dimajukan kelompok aktivis.
"Ini harus dilihat secara jernih oleh MK, kita harapkan orang-orang dari parpol tidak melihat itu dalam kacamata parpol, tetapi dilihat sebagai hakim yang tugasnya mengawal UUD," katanya. Dia menambahkan, tantangan makin berat dihadapi MK jika terjadi sengketa Pilpres 2009 untuk menentukan siapa pemenang Pilpres. "Itu yang paling krusial," ujar Irman. (M. Yamin Panca Setia)
Sumber www.jurnalnasional.com (20/08/08)
Foto Dokumentasi Humas MK