JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) mengultimatum pemerintah untuk segera memenuhi kewajiban konstitusional terkait anggaran pendidikan. Melalui Putusan No 13/PUU-VI/2008, mulai tahun depan pemerintah harus benar-benar menyusun Undang-Undang (UU) APBN yang mengalokasikan anggaran pendidikan 20 persen sesuai amanat UUD 1945.
Meski demikian, MK masih memberikan kesempatan kepada pemerintah untuk memberlakukan UU No 16 Tahun 2008 tentang APBN-P hingga sampai diundangkannya UU APBN tahun anggaran 2009. Ini terpaksa dilakukan untuk menghindari kekacauan dalam penyelenggaraan administrasi keuangan negara.
Itu keputusan keempat yang dijatuhkan MK dengan pemohon yang sama, yakni Persatuan Guru Republik Indoesia (PGRI). Pengujian materiil terhadap UU No 16 Tahun 2008 tentang APBN 2008 tersebut diajukan 29 pemohon, mulai ketua umum PB PGRI hingga Eliseus Fasak, guru yang berdomisili di Papua.
Di pihak pemerintah, dalam sidang itu dihadiri Dirjen Anggaran Ani Ratnawati serta Direktur Anggaran II Bambang Jasminto.
Sebelumnya, PB PGRI memohonkan bahwa negara wajib menyediakan 20 persen dari APBN merupakan ketentuan imperatif. Artinya, pemerintah harus melaksanakan tanpa menafikan bidang-bidang lain.
Dalam putusan tersebut Ketua Majelis Hakim Jimly Asshiddiqie mengungkapkan, apabila putusan tersebut dikesampingkan, mahkamah cukup merujuk keputusan itu untuk membuktikan pelanggaran konstitusi yang dilakukan pemerintah. Ketika hal itu tidak dilakukan, UU APBN 2009 bisa dikatakan inkonstitusional.
Dia menambahkan, cara penghitungan persentase anggaran yang diterangkan pemerintah, yakni membandingkan anggaran fungsi pendidikan dengan total anggaran belanja negara (yang telah dikurangi dengan anggaran untuk beban subsidi energi dan pembayaran bunga utang), bukanlah cara penghitungan yang dianut UU APBN 2008. Pengeluaran untuk subsidi energi dan pembayaran bunga utang terjadi karena force majeure.
"Cara penghitungan itu tidak memiliki nilai hukum sebagai alat bukti untuk mempertimbangkan konstitusionalitas anggaran pendidikan," jelasnya dalam sidang tersebut.
Selama ini anggaran pendidikan yang disiapkan pemerintah dalam UU APBN 2008 hanya 15,6 persen. Tetapi, jumlah nominal yang disediakan cukup besar, yakni mencapai Rp 154,2 triliun. Itu terjadi karena melonjaknya harga minyak sehingga belanja negara menyesuaikan dari Rp 752,4 triliun menjadi Rp 989,5 triliun.
Anggota majelis I Dewa Gede Palguna menyebutkan, sejauh ini MK telah memutuskan empat kali permohonan pengujian terhadap UU APBN. Kali pertama saat Putusan No 012/PUU-III/2005 pada pertimbangannya, MK telah mengingatkan pembentuk undang-undang bahwa anggaran pendidikan yang kurang dari 20 persen bertentangan dengan pasal 31 (4) UUD 1945. Namun, UU APBN tak bisa dibatalkan karena akan menimbulkan kekacauan dalam sistem administrasi keuangan negara.
Putusan kedua No 026/PUU-III/2005 yang diucapkan 22 Maret 2006, majelis juga berpendapat bahwa apabila tidak mencantumkan anggaran sesuai konstitusi, APBN akan selalu bertentangan dengan konstitusi.
Demikian halnya Putusan Nomor 026/PUU-IV/2006 yang diucapkan 1 Mei 2007. Majelis berpendapat bahwa dimasukkannya komponen gaji pendidik dalam perhitungan anggaran pendidikan merupakan alasan pemerintah untuk memenuhi anggaran pendidikan 20 persen. "Empat putusan tersebut telah cukup bagi majelis untuk menilai bahwa pembentuk undang-undang sengaja melanggar UUD 1945," jelasnya.
Keadaan itu, kata Gede Palguna, akan menimbulkan akibat hukum yang merangsang daerah untuk tidak memprioritaskan anggaran pendidikan 20 persen dalam APBD-nya. "Ini juga pengurangan makna bahwa negara ini adalah negara hukum," ujarnya.
PGRI Kecewa
Sementara itu, kuasa hukum PGRI Andi Moh Asrun menilai bahwa MK justru tidak konsisten dengan apa yang telah diputuskan. Menurut dia, selama ini majelis menilai bahwa pertimbangan putusan seluruhnya membenarkan pemohon. "Kenyataannya justru amar putusan masih menyatakan UU tersebut berlaku," jelasnya. Dengan begitu, MK ibarat hanya bisa menggonggong namun tak mampu mengigigit.
Seharusnya pertimbangan dengan amar putusan itu linear. "Kalau UU APBN dibatalkan, saya yakin negara ini juga tak akan kolaps. Revisi APBN itu hanya butuh waktu singkat," ungkapnya. Dia berharap apakah keputusan MK itu memberikan pengaruh terhadap revisi anggaran yang bakal dibacakan Presiden SBY, 16 Agustus mendatang. "Kita lihat saja nanti. Apakah ada penyesuaian dengan putusan ini," ujarnya.
Ketua PGRI Sulistyo segera mengerahkan pengurus PGRI di seluruh provinsi dan kabupaten untuk mengawasi APBD daerah. "Tentu daerah juga harus menyesuaikan APBD dengan amanat konstitusi," jelasnya. Sebab, putusan MK tersebut juga menerangkan bahwa pelanggaran konstitusi akan merembet ke daerah.
Menkeu Sri Mulyani Indrawati berjanji akan membahas implikasi keputusan dan rekomendasi Mahkamah Konstitusi (MK)mengenai anggaran pendidikan dengan DPR. Pembahasan menyangkut rencana anggaran pendidikan tahun depan dan dikaitkan dengan konsekuensi terhadap total anggaran. Termasuk pula, implikasinya terhadap postur APBN secara keseluruhan dan defisit anggaran. "Kita nanti lihat pembahasan dengan DPR dan konsekuensinya terhadap keseluruhan total anggaran serta rencana penggunaan anggaran pendidikan yang meningkat sangat tinggi itu. Rencana anggarannya itu apa, kemudian konsekuensi terhadap keseluruhan postur APBN, defisit, dan lainnya," kata Sri Mulyani kemarin (13/8).Menkeu juga berjanji segera membahas anggaran pendidikan itu dengan presiden. Nota Keuangan RAPBN 2009 akan dibacakan presiden di hadapan Sidang Paripurna DPR 15 Agustus besok. (sof/git/zul/kim)
Sumber www.jawapos.co.id (14/08/08)
Foto Dok Humas MK