Perselisihan yang dipersoalkan secara hukum mungkin bukan hanya hasil akhir perhitungan suara nasional.
Pemilu 2009 tinggal menghitung bulan. Partai politik yang sudah dinyatakan lolos verifikasi terus melakukan konsolidasi internal dan sosialisasi ke masyarakat. Sementara, Komisi Pemilihan Umum (KPU) terus mempersiapkan segala keperluan pesta demokrasi tersebut.
Sebelum pesta demokrasi itu berlangsung, sejumlah pihak mewanti-wanti agar KPU, Bawaslu, dan Mahkamah Konstitusi mempersiapkan diri menghadapi kemungkinan timbulnya masalah hukum. Tak terkecuali pula 40 partai peserta Pemilu 2009. âUntuk Pemilu 2009, akan lebih banyak masalah yang timbul,â kata Jeirry Sumampouw, Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih Rakyat (JPPR).
Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie juga meyakini bahwa potensi problem hukum lebih besar pada Pemilu 2009 dibanding Pemilu 2004 silam. âAkan lebih rumit,â ujarnya saat membuka Rapat Koordinasi MK dengan Perguruan Tinggi, Fakultas Hukum dan Pusat Kajian Konstitusi se-Indonesia, di Jakarta, Jumat (01/8).
Potensi timbulnya lebih banyak masalah hukum bukan tanpa alasan. Pertama, jumlah partai peserta pemilu 2009 lebih banyak dibanding Pemilu 2004, malah hampir dua kali lipat. Empat tahun lalu, jumlah peserta adalah 24 partai, sementara pada Pemilu 2009 mencapai 40 peserta. Kalau terjadi sengketa mengenai hasil pemilu, pihak yang terlibat akan semakin banyak. âKe-40 partai peserta Pemilu 2009 potensial sebagai pihak yang bersengketa,â tandas Jimly.
Potensi kedua adalah objek yang bisa dipersengketakan partai politik dan KPU. Sebaliknya, ini juga menjadi tugas berat bagi Mahkamah Konstitusi untuk menyelesaikannya. Pada Pemilu 2004, yang bisa diajukan ke Mahkamah terbatas pada perselisihan tentang hasil pemilihan umum. Menurut Jimly, pada Pemilu 2009, kemungkinan sengketa meluas ke persoalan perolehan suara yang menentukan terpilihnya seorang calon anggot DPR, dan persoalan electoral threshold.
Persiapkan diri
Pandangan senada datang dari Direktur Eksekutif CETRO, Hadar Gumay. Lantaran potensi masalah hukum relatif besar, ia berharaharap partai politik mempersiapkan diri sebaik mungkin. Berdasarkan pengalaman memantau Pemilu 2004, Hadar melihat masih ada partai yang belum paham benar bagaimana mekanisme penyelesaian sengketa pemilu. Sehingga, pengajuan perkara ke Mahkamah Konstitusi jadi mentah atau kurang memenuhi syarat. Partai, kata Hadar, harus bersiap diri sedini mungkin terutama menyiapkan saksi-saksi dan dokumen yang kemungkinan memperkuat argumen hukum.
Tentu saja, bukan hanya parpol yang kudu menyiapkan diri. Mahkamah Konstitusi jauh-jauh hari sudah mempersiapkan kemungkinan proses persidangan sengketa pemilu melalui video conference. Pekan lalu, Mahkamah menandatangani nota kesepahaman dengan 34 perguruan tinggi. Salah satu kesepakatan yang diteken adalah penyelenggaraan sidang sengketa pemilu melalui video conference. Kampus-kampus akan menjadi tuan rumah sehingga saksi dari daerah tidak perlu buang waktu dan dana ke Jakarta saat memberikan keterangan. Hakim-hakim MK cukup mengajukan pertanyaan dan saksi menjawab secara interaktif melalui video konferensi.
Cara ini diyakini efektif mengingat waktu penyelesaian sengketa pemilu sangat singkat. Partai yang keberatan atas penetapan hasil akhir perhitungan suara nasional hanya diberi waktu 3 x 24 jam untuk memasukkan gugatan ke Mahkamah Konstitusi. Berkaca pada pengalaman menyelesaikan 300-an perkara pada Pemilu 2004, Jimly pun optimis MK bisa menjalankan tugas dan wewenangnya pada Pemilu 2009 mendatang. (Mys/CRF)
Sumber www.hukumonline.com (04 Agustus 2008)
Foto http://www.zamrudtechnology.com