Jumat, 25 Juli 2008 - PEKANBARU (Suara Karya): Ketua DPR Agung Laksono menilai pemerintah lambat dalam menyiapkan draf Rancangan Undang-Undang (RUU) Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
"Hingga saat ini pemerintah belum menyampaikan draf RUU tersebut kepada DPR," kata Agung Laksono dalam kunjungan kerjanya ke Pekanbaru, Riau, Kamis.
Ia menjelaskan, DPR masih menunggu hasil penyusunan draf RUU Pengadilan Tipikor dari Departemen Hukum dan HAM sebagai departemen teknis yang mewakili pemerintah. "Setelah hasil penyusunan draf tersebut dibawa ke DPR, baru bisa dilakukan pembahasan RUU tersebut oleh pemerintah dan DPR," katanya.
Menurut Agung, lambatnya pembahasan RUU Pengadilan Tipikor karena hingga saat ini pemerintah belum juga menyerahkan draf penyusunan RUU Pengadilan Tipikor tersebut ke DPR padahal hal itu menjadi tugas pemerintah.
"DPR hingga saat ini masih menunggu," katanya. Oleh karena itu Agung meminta pemerintah segera menuntaskan penyusunan draf RUU tersebut sehingga pembahasan dapat segera dilakukan. Percepatan tersebut menurut Agung untuk menepis anggapan dari sejumlah kalangan bahwa ada upaya-upaya tertentu yang sengaja dilakukan untuk mengganjal pembahasan RUU Pengadilan Tipikor.
"Saya harap tidak ada upaya seperti itu, karena itu pemerintah harus segera menuntaskan penyusunan dan menyerahkan ke DPR," katanya.
Mahkamah Konstitusi pada 19 Desember 2006 mengeluarkan putusan pembatalan Pasal 52 UU Nomor 32/2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan memerintahkan agar Pengadilan Tipikor diatur dalam UU tersendiri untuk mengakhiri dualisme dalam sistem peradilan pidana korupsi.
Pembentukan UU Pengadilan Tipikor itu diberi tenggang waktu tiga tahun sejak putusan itu dikeluarkan. Itu berarti UU tersebut harus sudah jadi pada 19 Desember 2009 mendatang.
Desakan agar RUU Pengadilan Tipikor segera dibahas disampaikan oleh banyak kalangan salah satunya dikemukakan, Koordinator Indonesian Corruption Watch (ICW) Teten Masduki yang mengatakan Depkumham dan DPR harus berinisiatif untuk mendorong dibahasnya RUU tersebut di DPR.
Menurutnya, jika sampai pada waktu yang ditentukan, pemerintah tidak mensahkan sebuah Undang-Undang sebagai payung hukum, maka eksistensi Pengadilan Tipikor yang ada saat ini menjadi hilang dan penanganan kasus korupsi akan diperiksa oleh pengadilan umum.
"Jika ini yang terjadi maka melemahkan upaya memberantas korupsi," tegasnya. Selain itu, Wakil Ketua Bidang Penindakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Bibit Samad Riyanto juga mengatakan bahwa pihaknya berharap pembahasan RUU Pengadilan Tipikor dapat dipercepat. (Lerman S/Ant)
Sumber www.hukumonline.com (24 Juli 2008)
Foto www.google.co.id