Kamis, 24 Juli 2008 - JAKARTA (Suara Karya): Sejumlah pasal yang mengatur soal fitnah dan kemerdekaan berekspresi (pers) di banyak negara telah dihapus kemudian dimasukkan ke dalam pasal perdata.
"Karena itu menjadi agak aneh kalau di Indonesia pasal-pasal tersebut (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana/KUHP) tetap dipertahankan. Sebab, di negara Timor Leste sekalipun, yang sempat menggunakan KUHP, pasal-pasal tersebut tidak dipergunakan lagi," demikian ahli hukum pidana, Atmakusumah, dalam sidang uji materiil pasal-pasal KUHP di Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Rabu.
Selain Atmakusumah, saksi ahli lain didengar pula pendapatnya. Antara lain Nono Anwar Makarim dan Djafar Assegaf. Pada umumnya, para saksi meminta pasal penghinaan dan pencemaran nama baik dihapus karena sudah tidak relevan dengan perkembangan zaman.
Pakar hubungan internasional asal Kanada Toby Daniel Mendel sedianya ikut pula bersaksi melalui video conference. Namun akibat gangguan satelit akhirnya diurungkan.
Uji materiil pasal-pasal KUHP dipicu pemenjaraan kolumnis Bersihar Lubis, dan wartawan yang juga Pemimpin Umum Radar Yogja, Risang Bima Wijaya. Keduanya dipenjara karena divonis bersalah mencemarkan nama baik seseorang dalam pemberitaan yang ditulis keduanya.
Direktur Eksekutif LBH Pers, Hendrayana, yang juga penasihat hukum kedua pemohon, mengatakan hukuman yang fantastis dan pemenjaraan serta pengenaan denda yang menakut-kan akan berdampak membunuh kekritisan pers.
"Norma hukum tentunya tidak dapat hilang, penghinaan, pencemaran nama baik, dusta dan seterusnya. Namun jika diberi penghukuman dengan sangat memberatkan, menjadi hilanglah esensi demokrasi, pelindungan HAM, kemerdekaan berekspresi, pers, dan budaya kritis," tuturnya.
Berdasarkan komitmen untuk perubahan ke arah yang lebih baik, menurut Hendrayana, Pasal 310 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 316 KUHP, Pasal 207 KUHP dan Pasal 311 ayat (1) KUHP bertentangan dengan Pasal 27 ayat (1), Pasal 28 E dan Pasal 28 F UUD 1945.
Hendrayana menganggap rumusan delik dalam KUHP, khususnya dalam Pasal 311 ayat (1), Pasal 310 bukanlah delik yang secara tegas menganut asas Lex Certa, yang dapat menimbulkan ketidakpastian hukum dan rentan terhadap tafsir sepihak.
Oleh sebab itu, ia meminta MK menyatakan Pasal 310 ayat (1) sepanjang anak kalimat "...pidana penjara paling lama sembilan bulan atau...", Pasal 310 ayat (2) sepanjang anak kalimat "...pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau...", Pasal 311 ayat (1) sepanjang anak kalimat "...dengan pidana penjara paling lama empat tahun...", Pasal 316 serta Pasal 207 KUHP beserta penjelasannya tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat. (Wilmar P)
Sumber www.suarakarya-online.com
Foto Dokumentasi Humas MK