Alokasi anggaran pendidikan 20 persen baik dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara maupun Daerah (APBN/APBD) merupakan amanat dari Pasal 31 Ayat (4) UUD 1945. Oleh karena itu, dengan adanya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No. 24/PUU-VI/2007, diharapkan Pemerintah tidak menunda-menunda kebutuhan anggaran sekurang-kurangnya untuk pendidikan baik dari APBN maupun APBD.
âUntuk itu, seharusnya putusan MK bukan untuk dihindari,â demikian ditekankan Dr. Andi Muhammad Asrun, S.H., M.H., selaku kuasa hukum Pemohon dari perkara No. 13/PUU-VI/2008 yakni Prof. Dr. Moh. Surya, dkk. yang tergabung dalam Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), di ruang Sidang Pleno Gedung MK, dengan agenda Mendengarkan Keterangan Pemerintah, DPR, Ahli dari Pemohon dan/atau Pemerintah untuk sidang uji UU No.16 Tahun 2008 tentang APBN Tahun Anggaran 2008 (UU APBN 2008), Selasa (15/7).
Dalam presentasinya, Ahli dari Pemohon, Ibrahim Musa, MA., Ph.D berpendapat bahwa sesungguhnya anggaran minimal 20 persen yang ditetapkan oleh konstitusi, dalam keadaan sekarang pun masih belum mencukupi karena UU APBN 2008 hanya mengalokasikan dana sebesar 15,6 persen yang termasuk di dalamnya gaji guru.
Seharusnya, menurut Ibrahim, anggaran pendidikan dihitung berdasarkan pada kebutuhan penyelenggaraan pendidikan itu sendiri. âPrioritas dalam struktur anggaran ialah mengutamakan bagaimana standard nasional pendidikan untuk satuan-satuan pendidikan itu terpenuhi,â ungkap Ibrahim.
Sementara itu, Pemerintah melalui Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, mengungkapkan bahwa tahun 2008 ialah tahun yang dramatis bagi APBN. Pemerintah menyadari sepenuhnya bahwa anggaran pendidikan yang bermutu merupakan langkah yang dapat mengantarkan bangsa Indonesia untuk bersaing dengan bangsa lain, sehingga anggaran pendidikan menjadi prioritas utama di dalam penyusunan APBN.
Pemerintah, ungkap Mulyani, juga sudah berusaha melaksanakan amanat konstitusi untuk mengalokasikan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20 persen dari APBN dan APBD. Namun, lanjut Mulyani, di lain hal, demi keseimbangan pembangunan perlu adanya sinergi dengan anggaran yang lain. Dalam hal ini pemerintah tidak hanya berkonsentrasi terhadap satu hal saja. âMasih banyak aspek-aspek pengalokasian anggaran seperti pelayanan umum, pertahanan, ketertiban, keamanan, ekonomi, lingkungan hidup, perumahan, fasilitas umum, kesehatan, pariwisata dan budaya, agama serta perlindungan nasional yang perlu diperhatikan,â paparnya.
Tak hanya itu, menurut Mulyani, masih terdapat pula beberapa belanja negara dan utang negara yang saat ini jatuh tempo. Sebenarnya, urai Mulyani, pandangan persentase anggaran pendidikan dalam kondisi saat ini dapat dikatakan telah memenuhi kondisi yang konstitusional. âHal ini terlihat dari perubahan anggaran yang meningkat secara signifikan dari anggaran Depdiknas tahun 2005 sampai dengan tahun 2008. Sehingga Pemerintah telah melaksanakan amanat Konstitusi sesuai dengan ketentuannya,â tandasnya.
Menanggapi pernyataan Menkeu, Hakim Konstitusi Maruarar Siahaan menanyakan, âBukankah di dalam pendidikan dapat digunakan sistem skala prioritas layaknya budgeting dana di dalam rumah tangga?â Lain halnya dengan Hakim Konstitusi, Harjono, yang menanyakan apakah bisa komponen utang tersebut mencapai kata akhir di dalam pembayarannya, atau justru bisa mencapai angka tertinggi sehingga mempengaruhi penghitungan APBN dan APBD.
Menjawab pertanyaan tersebut, Sri Mulyani menjelaskan bahwa Pemerintah selalu berada pada posisi yang dilematis ketika menyusun anggaran, terlebih perkara tentang anggaran pendidikan ini bukan yang pertama kalinya diajukan ke MK. Menkeu menjelaskan pula bahwa undang-undang yang mengatur APBN dan APBD terus bergerak mengikuti harga minyak dunia sehingga secara otomatis anggaran tersebut akan naik.
Selain itu, sambungnya, Pemerintah di dalam menyusun APBN juga selalu memperhitungkan dengan seksama dan tetap mendengarkan aspirasi-aspirasi masyarakat, sesuai dengan amanat konstitusi. âYang perlu diingat, prioritas pertama Pemerintah ketika menyusun APBN ialah anggaran pendidikan,â tegas Sri Mulyani.
Penggunaan Anggaran Pendidikan
Terkait dengan penggunaan anggaran pendidikan sebesar 20 persen, Sri Mulyani dan Ibrahim Musa sependapat bahwa yang harus diperhatikan ialah bagaimana pelaksanaan penggunaan anggaran oleh Depdiknas dari tingkat Pusat sampai dengan Tingkat Daerah. âApakah benar anggaran itu untuk pendidikan ataukah hanya menjadi keuntungan orang-orang tertentu?â tanya Ibrahim.
Menanggapi keresahan dari Sri Mulyani dan Ibrahim Musa, Dodi Nandita selaku Sekretaris Jenderal Depdiknas mengatakan sebenarnya pengalokasian anggaran pendidikan dari tahun ke tahun telah meningkat. âTerkait penggunaan anggaran pendidikan, memang perlu adanya sinergisitas antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah di dalam pengalokasian dana,â ujar Dodi. (Andhini Sayu Fauzia)