Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang pertama pengujian UU No.37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Senin (30/6) Pukul 10.00 WIB, di ruang Sidang Panel Lantai 4 Gedung MK, dengan agenda Pemeriksaan Pendahuluan.
Pengujian UU a quo dengan nomor perkara 18/PUU-VI/2008 ini dimohonkan oleh 137 orang mantan buruh PT. Sindoll Pratama, beserta pengurus Dewan Pimpinan Pusat Federasi Ikatan Serikat Buruh Indonesia (DPP F.ISBI) M. Komarudin dan Muhammad Hafidz.
Ada beberapa pasal UU a quo menjadi pokok permasalahan dari perkara ini. Pertama, Pasal 29 yang menghapuskan kemungkinan penyelesaian perselisihan melalui jalur Pengadilan Hubungan Industrial dengan menyatakan bahwa selama berlangsungnya kepailitan, maka tuntutan untuk memperoleh pemenuhan piutang dari harta pailit dan perkaranya yang sedang berjalan harus dinyatakan gugur.
Kedua, Pasal 55 Ayat (1) yang tidak memberikan hak kepada kaum buruh dan hanya memberikan hak kepada Kreditor pemegang gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan, hipotek, hak agunan atau hak kebendaan lainnya untuk mengeksekusi haknya seolah tidak terjadi kepailitan. Ketiga, Pasal 59 Ayat (1) yang yang hanya mengharuskan Kreditor pemegang hak,tanpa kaum buruh, melaksanakan haknya dalam jangka waktu paling lambat 2 bulan setelah keadaan insolvensi. Keempat, Pasal 138 yang hanya memungkinkan Kreditor pemegang hak, dan tidak memungkinkan kaum buruh, untuk meminta diberikan hak-haknya atas bagian piutang tersebut.
Sebelumnya, Permohonan yang sama pernah diajukan dan disidangkan di MK. Melalui amar putusannya, MK memutus permohonan tersebut ditolak karena para Pemohon, yang juga terdiri dari M. Komarudin dan Muhammad Hafidz, tidak dapat membuktikan kerugian konstitusionalnya sehingga dipandang tidak serius dalam memperjuangkan permohonan.
âKarena itu kami perlu jaminan bahwa anda, para Pemohon, dapat lebih serius memproses perkara ini,â pesan Hakim Konstitusi M. Mahfud MD pada para Pemohon sebelum sidang berakhir. (Kencana Suluh Hikmah)