by : M. Yamin Panca Setia
"BELI ketupat dan kue talam. Simpan di kulkas agar tak basi. Rapat komisi dari pagi hingga malam. Gagas ide untuk memasarkan konstitusi."
Pantun itu dilantunkan Sekretaris Jenderal Mahkmah Konsitusi (MK) Janedjri M. Gaffar. "Lagi Pak," seru para peserta. Gaffar pun tersenyum. "Dilanjut ya? Boleh," imbuhnya.
"Ikan Nila di atas batu. Di tabur garam dalam bejana. Bapak-bapak dekan marilah saling bantu. Agar program program video conference terlaksana."
Suara tawa dan tepuk tangan di ruangan itu pun membahana. Rupanya, Sekjen insitusi pengawal konstitusi itu tak hanya piawai mengurusi urusan rumah tangga MK. Tapi, juga piawai berpantun ria.
Karena takut disuruh berpantun lagi oleh peserta, Gaffar pun langsung berkata, "Saya rasa cukup di-stop dulu sampai di sini. Ini bukan lomba pantun. Ini adalah saatnya laporan komisi," ujarnya sambil tertawa.
Begitulah suasana penutupan Rapat Koordinasi antara MK dengan Fakultas Hukum dan Pusat Kajian Konstitusi se-Indonesia yang berlangsung di Jakarta 20-22 Juni.
Suasana berlangsung akrab dan bersahabat. Rapat koordinasi yang dihadiri beberapa rektor, dekan dan dosen Fakultas Hukum se-Indonesia itu akhirnya Minggu (22/6) mencapai sejumlah kesepakatan.
Salah satu kesepakatan yang berhasil ditetapkan adalah, MK akan memperluas jaringan teknologi video conference di 34 fakultas hukum universitas negeri di seluruh Indonesia.
Menurut Ketua MK Jimly Asshiddiqie, pengembangan video conference adalah langkah awal untuk membuka pelan-pelan dunia pengadilan di Indonesia yang tertutup dari akses masyarakat.
"Kita akan memberi contoh bagaimana membangun transparansi di dunia peradilan supaya dunia pengadilan kita terbuka. Jadi, polisi, jaksa, jangan ada lagi remang-remang. Jangan ada lagi wilayah yang kelabu. Terbuka saja," kata Jimly saat memberikan sambutan pembukaan acara tersebut, akhir pekan lalu.
Dengan proses keterbukaan, lanjutnya, masyarakat akan kembali percaya kepada lembaga peradilan yang saat ini kondisinya sangat memprihatinkan. "Keterbukaan harus berlaku di dunia pengadilan, Mahkamah Agung, Kejaksaan Agung, Kepolisian, maupun badan-badan peradilan. Hanya dengan begitu (keterbukaan, Red) kepercayaan masyarakat luas kepada lembaga-lembaga hukum, aparat penegak hukum termasuk pada aturan hukum di Indonesia, bisa dikembalikan," katanya.
Jimly prihatin atas sikap masyarakat Indonesia saat ini yang tak henti-hentinya menggugat kebobrokan lembaga dan aparat hukum lantaran tak mampu menjalankan amanatnya dalam menegakkan hukum. Jika kondisi demikian tidak segera dipulihkan, Jimly khawatir tatanan kehidupan dan demokrasi di Indonesia akan ambruk.
"Kondisi hukum di Indonesia saat ini sangat gawat. Orang di mana-mana menggugat, mencemooh rule of law, menggugat lembaga peradilan dan hukum, ini sangat bahaya. Kalau ini terus terjadi, dan tidak bisa dipulihkan, maka tatanan negara akan ambruk seluruhnya. Termasuk ambruknya prinsip-prinsip demokrasi yang sudah kita sepakati," kata Jimly.
Lewat teknologi video conference, masyarakat berkepentingan tak lagi perlu ke Gedung MK Jakarta guna mengikuti proses pengadilan.
Lalu, kalau ada sidang, tidak perlu ke Jakarta. Jadi kalau pembuktian kasus-kasus, misalnya kita perlu memanggil Panitia Pemungutan Suara (PPS) dalam sengketa Pilkada, maka untuk mengurangi beban biaya, kita pakai teleconference ruang pengadilan semu di fakultas hukum. Jadi, sidangnya tetap di MK Jakarta, tetapi pihak yang berperkara, saksi ahli, panitia pemilihan, saksi di daerah, tidak perlu ke Jakarta, jadi cukup menggunakan sarana video conference," jelas Jimly.
Menurut Gaffar, penayangan itu fungsinya sangat mendasar bagi pemenuhan hak-hak konstitusi warga negara. Dengan teknologi itu, persidangan MK dapat digelar jarak jauh, permohonan perkara dan konsultasi via online, dan peningkatan pengetahuan dan pemahaman pemangku kepentingan tentang MK dan Hukum Acara MK lewat Moot Court (peradilan semu).
Sementara bagi perguruan tinggi, kata dia, sarana itu dapat mendukung kuliah umum, komunikasi telepon, videophone, maupun internet antara MK dengan perguruan tinggi, atau antar perguruan tinggi. Teknologi itu juga nanti bisa menjadi pusat informasi hukum dan perpustakaan online.
Media Pembelajaran
Sementara selama ini, MK tugasnya hanya di Ibu Kota Jakarta. Dengan program ini, MK ingin membuka akses masyarakat pada lembaga peradilan.
Bagi perguruan tinggi, kata Gaffar, MK ingin membuat Friends of The Court lewat teknologi yang dibiayai negara Rp8,5 miliar itu. Teknologi itu tengah disiapkan di semua fakultas hukum universitas negeri di 34 universitas negeri di seluruh Indonesia. Teknologi itu juga diharapkan dapat menjadi media pembelajaran bagi mahasiswa untuk mengenal lebih dekat peradilan konsitusi.
Juli 2008 ini, teknologi itu diharapkan beroperasi di kampus. Biaya diambil dari anggaran MK. Setiap universitas akan dianggarkan Rp250 juta. "Ini menggunakan anggaran MK yang telah disetujui Komisi III DPR," tuturnya.
Gaffar menyatakan, program ini akan diuji coba lewat MoU dengan dekan Fakultas Hukum se-Indonesia selama jangka waktu lima tahun. Fungsinya untuk mengurangi kesenjangan kepahaman universitas di Jakarta dengan universitas di daerah. Selain itu memberikan kesempatan kepada masyarakat dalam mengikuti sidang maupun pengajuan perkara secara online.
Kooordinator Badan Kerjasama Fakultas Hukum Perguruan Tinggi se-Indonesia Hikmahanto Juwana mengatakan, MK dan fakultas hukum universitas negeri se-Indonesia telah menorehkan sejarah bagi pengembangan hukum di Indonesia.
Kesepakatan kerja sama dengan MK, kata dia, menunjukan dunia pendidikan bidang hukum di Indonesia telah ikut membantu memperbaiki peradilan di Indonesia. "Ini penting karena kita tahu Indonesia saat ini banyak yang mengatakan peardilan kita sangat memprihatinkan," katanya.
Menuju Perbaikan
Meski demikian, Hikmahanto menilai, sistem peradilan di Indonesia saat ini sedang menuju perbaikan lewat lembaga MK yang telah menunjukan jika proses peradilan bisa berjalan secara transparan dalam pengembilan keputusan hukum, dan tidak ada kecurigaan jika keputusan itu ditentukan oleh uang. "Keputusan ditetapkan berdasarkan aturan, rasa keadilan, dan keyakinan para hakim."
Dekan Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI) itu menambahkan, kerjasama dengan MK juga menjadi ajang bagi lembaga pendidikan hukum untuk memperbaiki mutu peradilan. Pendidikan hukum sering ditenggarai sebagai penyebab mengapa hukum di Indonesia tidak berjalan semestinya.
"Mulai hari ini, kita mencoba untuk memperbaiki, kita berterima kasih kepada MK yang telah memfasilitasi bagi dunia pendidikan untuk turut membangun bidang peradilan di Indonesia. Hari ini, kita mulai kerjasama dengan MK, ke depan kita bekerjasama lebih erat oleh Mahkamah Agung (MA), dan lembaga peradilan lainnya," katanya.
Hikmahanto menambahkan, video conference juga kelak akan menjadi sarana interaksi bagi mahasiswa dan dosen dengan fakultas hukum di seluruh Indonesia, serta dengan universitas terkenal di dunia. Interaksi via video conference telah dilakukan antara UI dengan University of Berkeley, University of New York, dan Waseda University. Dari interaksi tersebut, setidaknya, kata Hikmahanto, pendidikan hukum di Indonesia bisa diketahui sangat tertinggal dibandingkan pendidikan hukum yang dikembangkan negara lain.
Selain mengembangkan aplikasi teleconference, kerja sama perguruan tinggi dengan MK juga direalisasikan dalam bentuk penerbitan Jurnal Konstitusi, serta mengembangkan kegiatan "Obrolan Konsitusi" untuk memeratakan pengetahuan masyarakat mengenai UUD 1945, dan meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat terhadap hak konstitusinya. Obrolan konstitusi rencananya akan disiarkan satu bulan sekali di Radio Republik Indonesia (RRI) di daerah.
Sumber: http://www.jurnalnasional.com/?media=KR&cari=MK&rbrk=&id=54727&detail=Politik%20-%20Hukum%20-%20Keamanan
Gambar: dok. Humas MK