by : Siagian Priska Cesillia
SEMANGAT untuk membagi ilmu tidak pernah hilang dari Jimly Asshiddiqie. Walaupun menjadi hakim konstitusi, panggilan jiwanya sebagai pengajar tak pernah ia lupakan. Waktu yang sempit dan pekerjaan menumpuk tak menjadi alasan meninggalkan kewajibannya sebagai dosen.
Meskipun sudah tidak berkantor di Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) ini tetap mengajar. Metode pengajarannya pun cukup menarik dengan menggunakan video berdurasi 15 menit yang dapat diunduh melalui situs pribadinya www.jimly.com. Profesor hukum tata negara Universitas Indonesia ini tergolong melek teknologi. Tak biasanya, sekelas profesor mengikuti perkembangan teknologi pengajaran.
"Setiap video dibatasi 15 menit supaya bisa dipakai di ruang kuliah. Dosen misalnya, ketika mengajar satu topik bisa memutar kuliah online saya untuk kemudian didiskusikan bersama. Karena rata-rata satu mata kuliah lamanya 1,5 jam, jadi video saya tidak perlu panjang," ungkapnya kepada Jurnal Nasional ketika ditemui di ruang kerjanya, Kamis lalu.
Seraya menyaksikan kuliah online bertajuk Hukum Acara di Mahkamah Konstitusi, pria kelahiran 17 April 1956 ini berharap videonya tidak hanya dimanfaatkan oleh mahasiswa atau dosen fakultas hukum tapi juga guru-guru SMA. "Saya akan menjelaskan mengenai Hukum Tata Negara (HTN) sebagai ilmu, konstitusi atau UUD 1945, dan MK sebagai pengawal konstitusi. Selain itu saya juga akan menjabarkan ke-30 buku yang saya buat. Saya akan terangkan setiap babnya."
Hingga saat ini, dalam situs pribadinya Jimly sudah memiliki lima video mengenai MK dan dua pengantar kuliah umum mengenai HTN. "Saya buat tentang MK lebih dulu karena terkait dengan tugas. Bagi saya jabatan harus dipakai sebagai media belajar mengajar. Itu prinsip penting." Melalui prinsip tersebut, Jimly selalu terdorong untuk belajar segala sesuatu yang berkaitan langsung atau tidak dengan jabatannya. Dengan demikian, peranan untuk melayani konstituen dan stakeholder dapat dilakukan dengan lebih baik dari waktu ke waktu.
"Semua stakeholder punya kepentingan karena itu berhak untuk tahu tentang apa yang kita kerjakan, seluk-beluk tugas dan kewajiban yang terkait dengan jabatan ini. Jadi si pemegang jabatan harus memberi tahu dan itu yang disebut dengan mengajar. Otomatis semua jabatan harus transparan," paparnya seraya menyebutkan dalam sehari ada sebanyak 400-600 netter interaktif melakukan tanya jawab.
Jimly mengharapkan metode seperti itu dapat membuat konstitusi dan rakyat berhadapan secara dekat. Sejurus dengan salah satu fungsi MK yang melindungi hak konstitusional warga negara yang bisa terancam atau dirugikan oleh keputusan negara dalam bentuk undang-undang. "Karena itu, setiap warga negara tidak perlu tahu undang-undang, biar urusan sarjana hukum. Tapi UUD 1945, semua warga negara harus tahu sendiri karena nasib dan hidupnya sebagai warga negara dijamin dalam konstitusi," ujarnya.
Selain biayanya murah, penyebaran ilmu secara online lebih efektif karena akan dimanfaatkan oleh banyak orang. Harapannya agar semua orang punya kesadaran tinggi tentang negara dan perlindungan konstitusi.
Selain kuliah online, Jimly tengah memprakarsai lahirnya MKTV untuk mengawali lahirnya court tv. Tujuannya agar industri televisi tergerak untuk membangun kultur keterbukaan dunia peradilan. Sehingga peluang untuk melakukan modernisasi hukum dan peradilan di Indonesia menjadi sangat besar karena segala sesuatu yang berkaitan di dalamnya akan ditampilkan secara terbuka kepada masyarakat.
"Tidak ada remang-remang di dunia peradilan atau hukum. Tidak boleh ada yang tertutup, kecuali yang wajib dirahasiakan. Seperti perkara yang belum diputus dan perdebatan internal hakim yang haram diinformasikan keluar. Di luar itu tidak ada yang rahasia," tegas guru besar Ilmu HTN UI ini.
Sumber: http://www.jurnalnasional.com/?media=KR&cari=MK&rbrk=&id=53621&detail=Politik - Hukum â Keamanan
Gambar: dok. Humas MK