Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang ketiga pengujian UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (UU Pemda) dan UU No. 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia (UU DKI) yang dimohonkan oleh H. Biem Benjamin, Rabu (11/06), di Ruang Sidang Pleno MK.
Semula sidang ini diselenggarakan dengan agenda Mendengarkan Keterangan DPR, Pemerintah, dan Pihak Terkait (Pemda Provinsi DKI). Namun karena DPR tidak dapat hadir dan wakil-wakil dari Pemerintah serta Pemda DKI Jakarta belum memperoleh surat kuasa dari Presiden dan Gubernur, sidang ini hanya mendengar keterangan Pemohon mengenai pokok permohonannya.
Biem memohon pengujian Pasal 227 Ayat (2) UU Pemda dan Pasal 1 angka 10, angka 11, angka 12, Pasal 19 Ayat (2), Ayat (3), Ayat (4), Ayat (6), Ayat (7), Ayat (8), serta Pasal 24 UU DKI karena pelaksanaan otonomi daerah di DKI Jakarta, sesuai dengan pasal-pasal pada kedua UU tersebut, dipandang bertentangan dengan Pasal 18, Pasal 18B, dan Pasal 28D Ayat (3) UUD 1945.
Biem juga menyatakan bahwa pasal-pasal tersebut telah melanggar hak konstitusionalnya untuk dipilih menjadi walikota di wilayah Jakarta. Mengenai hal ini Hakim Konstitusi Natabaya mempertanyakan apakah memang benar menjadi walikota itu merupakan hak konstitusional. Terlebih lagi, dalam permohonannya Biem mengkaitkan hak tersebut dengan Pasal 28D ayat 3 UUD 1945 tentang hak setiap warga negara untuk memperoleh kesempatan yang sama dalam Pemerintahan. âMemang sudah diatur demikian. Namun apakah memang semua orang memiliki kesempatan yang sama. Itu kan ada persyaratannya juga,â seru Natabaya.
Menanggapi Natabaya, Biem menyatakan bahwa dirinya merasa telah memenuhi syarat untuk menjadi walikota. Bahkan ia telah mencoba mendaftar ke KPUD sebagai bakal calon Pilkada.âTapi KPUD tidak bisa mengadakan Pilkada karena terganjal UU DKI,â terang Biem.
Sebelum mengakhiri keterangannya Biem juga menyampaikan bahwa pihaknya akan mendatangkan Ahli Kebijakan Publik dan Otonomi Daerah, Prof. Dr. Bhenyamin Hoessein, dan saksi-saksi, antara lain, Partai Persatuan Pembangunan, Partai Hanura, Dewan Kota dan Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (APEKSI). Namun Ketua Majelis Hakim Konstitusi Jimly Asshiddiqie mengamanatkan agar partai-partai tidak perlu dimasukkan sebagai saksi. âSupaya larinya tidak ke politik,â terang Jimly.
Seusai persidangan, Biem menyatakan ia optimis MK akan mengabulkan permohonannya. âSaya optimis. Status jakarta itu kan sama dengan daerah-daerah istimewa. Kalau mereka (Pemerintah dan DPR-red.) berargumentasi dengan Pasal 18B Ayat (1) UUD 1945 mereka harus melihat juga bahwa Pasal itu tidak boleh bertentangan dengan Pasal diatasnya (Pasal 18 UUD 1945-red.) yang mengatur bahwa Provinsi, Kabupaten, Kota itu mengadakan pemilihan secara demokratis anggota DPR, Gubernur, Bupati, dan Walikota. Jadi, kami yakin bahwa permohonan kami ini akan dikabulkan,â pungkas Biem. [Kencana Suluh Hikmah]