Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang Pengujian UU Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU Pemilu), Senin (09/6), pukul 11.00 WIB, di ruang sidang Panel Gedung MK. Sidang mengagendakan Pemeriksaan Perbaikan Permohonan.
Perkara No. 15/PUU-VI/2008 ini dimohonkan oleh Julius Daniel Elias Kaat, Ketua DPC PKB Alor, NTT, dengan Kuasa Hukumnya, Hendra K. Hentas, S.H. dkk. Dalam petitum permohonannya, Pemohon meminta MK menyatakan Pasal 50 Ayat (1) huruf g UU Pemilu bertentangan dengan UUD 1945.
Pasal 50
(1) Bakal calon anggota DPR, DPRD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota harus memenuhi persyaratan:
g. tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih.
Pemohon beralasan, dengan ditetapkannya ketentuan di atas, maka hak konstitusional Pemohon dirugikan karena tidak dapat dipilih oleh masyarakat menjadi anggota DPR dalam suatu pemilihan umum. Pemohon juga beralasan ketentuan di atas diskriminatif dan bertentangan dengan Pasal 28D Ayat (1) dan Pasal 28I Ayat (2) UUD 1945.
Terhadap permohonan di atas, dalam persidangan sebelumnya, Ketua Panel Hakim, Prof. Abdul Mukthie Fadjar, telah memberikan masukan kepada Pemohon bahwa MK dalam putusan perkara No. 14-17/PUU-V/2007 sudah pernah memutus perkara yang substansinya sama dengan yang dimohonkan Pemohon meskipun undang-undang yang diuji berbeda. âIni tentu harus menjadi pertimbangan bagi Pemohon, apakah akan meneruskan perkara ini atau berpikir ulang karena telah ada putusan MK terkait substansi syarat pidana ini,â kata Hakim Anggota, Palguna, senada dengan Mukthie.
Sementara itu, Hakim Konstitusi, Maruarar Siahaan, menambahkan, jika Pemohon masih berkeinginan meneruskan perkara ini, maka Pemohon harus bisa memaparkan alasan hukum yang baru dalam permohonannya. âPemohon harus punya argumentasi yang kuat bahwa putusan MK sebelumnya tidak terkait dengan permohonan Pemohon dalam perkara ini,â ujar Maruarar.
Terhadap masukan para Hakim Konstitusi, pada persidangan kedua ini, Pemohon masih bersikukuh untuk mengajukan perkara ini. Selain itu, terdapat pula perbaikan di tempat terhadap alasan hukum permohonan Pemohon. Kuasa Hukum Pemohon memutuskan menghapus alasan hukum yang menyatakan bahwa Pasal a quo ialah ketentuan yang bersifat retroaktif.
Atas sikap Pemohon ini, Mukthie Fadjar menyatakan bahwa Majelis Panel Hakim akan meneruskan perkara ini ke dalam Rapat Pleno Permusyawaratan Hakim. âBiar rapat pleno yang nantinya akan memutuskan untuk meneruskan perkara ini pada pemeriksaan perkara atau mengeluarkan putusan, karena substansi perkara sudah pernah diputus oleh MK,â ucap Mukthie usai mengesahkan alat-alat bukti. (Wiwik Budi Wasito)