Pemohon pengujian pasal-pasal penghinaan dalam KUHP, Risang Bima Wijaya dan Bersihar Lubis, tetap menganggap sanksi pidana yang diatur dalam Pasal 310 Ayat (1) dan Ayat (2) serta Pasal 311 telah membatasi hak mereka untuk menyampaikan pendapat yang telah dijamin oleh UUD 1945.
Pada sidang pemeriksaan perbaikan permohonan yang digelar Kamis (5/6) di gedung MK, Anggara dari LBH Pers yang menjadi kuasa hukum para Pemohon menjelaskan, sesuai nasihat Majelis Hakim pada sidang terdahulu (22/5), pihaknya telah memperbaiki permohonan dengan memperkuat argumentasi permohonan dan legal standing para Pemohon.
Meskipun demikian, Majelis Hakim Konstitusi yang dipimpin HAS Natabaya menganggap masih terdapat beberapa hal yang perlu dijelaskan oleh kuasa para Pemohon sebagai bahan Majelis Hakim menilai permohonan. Maruarar Siahaan menemukan pernyataan dalam petitum permohonan yang meminta MK menguji pula Penjelasan Pasal 316 dan Pasal 207 namun dia tidak menemukan Penjelasan pasal-pasal tersebut dalam permohonan.
âNanti Saudara jelaskan on the spot (dalam sidang pleno-red) penjelasan yang mana yang saudara maksudkan, supaya kami bisa mengetahui apa yang Saudara inginkan kita rujuk untuk melihat yang Saudara maksud dengan penjelasan,â kata Maruarar.
Sementara Hakim Konstitusi lainnya, I Dewa Gede Palguna, juga mempertanyakan ketidaksinkronan antara posita dengan petitum permohonan. Pada posita, para Pemohon menjelaskan dan menyatakan bahwa delik pencemaran dan penghinaan sudah tidak relevan lagi untuk digunakan. Hal tersebut menurut Palguna tidak selaras dengan permintaan para Pemohon yang dalam petitum hanya mempersoalkan delik pidana pada pasal-pasal tersebut.
âKalau misalnya soal eksesif (pidana penjara-red) itu yang menjadi persoalan dengan pengakuan bahwa delik itu sendiri memang tetap merupakan perbuatan pidana, soal eksesif itulah yang mesti dieksplorasi di dalam permohonan,â tegas Palguna.
Menjawab hal tersebut, kuasa para Pemohon hanya menjelaskan bahwa delik pada pasal-pasal tersebut yang justru bermasalah dan tidak jelas. Meskipun demikian, kuasa para Pemohon juga mengakui bahwa norma pada pasal-pasal tersebut merupakan perbuatan pidana.
âMemang kita mengakui bahwa normanya sendiri memang itu masih sebuah perbuatan pidana, walaupun kemudian itu dirumuskan dengan tidak cukup tegas dan jelas serta terang. Itu kenapa kita kemudian mencantumkan dua posita ini yang mulia, meskipun kemudian kita permasalahkan pidana penjara yang berlebihan tadi,â jelas M. Halim, rekan Anggara.
Setelah penjelasan kuasa para Pemohon dianggap cukup, Majelis Hakim mengesahkan bukti-bukti yang diajukan para Pemohon. Selanjutnya permohonan tersebut akan disampaikan kepada rapat pleno Hakim Konstitusi.
âPersoalan apakah nanti sidang akan berlanjut kepada tahap pemeriksaan perkara, nanti terserah pleno yang memutuskan,â kata Natabaya menutup persidangan. (ardli)