Jakarta | Senin, 02 Jun 2008
by : Fransiskus Saverius Herdiman
Peringatan Hari Lahir Pancasila harus dipusatkan pada bagaimana menerapkan ideologi negara ini pada semua bidang kehidupan, dan memberikan inspirasi untuk menyelesaikan berbagai tantangan berbangsa dan bernegara. Karena itu, Pancasila harus terus direvitalisasi dan direaktualisasi agar keberadaannya menjadi perekat bangsa Indonesia.
Pandangan di atas mucul dari sejumlah tokoh terkait dengan peringatan Hari Lahir Pancasila kemarin (1/6). Peringatan Hari Lahir Pancasila setiap 1 Juni untuk menandai pencetusan ideologi negara pertama kali oleh Bung Karno di depan sidang Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI).
Sejarawan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Asvi Warman Adam mengatakan, saat ini yang terpenting adalah meyakinkan segenap komponen bangsa bahwa Pancasila adalah ideologi yang paling tepat bagi Indonesia.
âPancasila memberi tempat kepada semua agama, golongan dan suku bangsa sehingga tidak ada kelompok yang tersisih. Ideologi Pancasila mengakomodasi semua golongan dan karena itu tidak memungkinkan munculnya friksi,â kata Asvi dalam diskusi memperingati Hari Lahir Pancasila di Kantor Pusat PBNU Jakarta, kemarin (1/6).
Karena itu, peringatan lahirnya Pancasila sejatinya dipusatkan pada penerapan ideologinya di semua sendi kehidupan, dan bukan pada kontroversi yang mengikutinya.
Asvi menambahkan yang mendesak saat ini menggalang solidaritas sosial yakni kepedulian terhadap sesama di tengah krisis yang mengancam Indonesia. Kepedulian dan solidaritas merupakan wujud konkret dari ideologi Pancasila itu sendiri.
Di tempat sama, Staf Pengajar Sekolah Tinggi Filsafat Driyakara Franz Magnis Suseno mengatakan terdapat tiga tantangan utama Pancasila saat ini. Pertama, mewujudkan demokrasi yang berkerakyatan, yang sekarang masih lemah karena sekadar wacana di tingkat elite.
Kedua, mewujudkan kesejahteraan dan keadilan social karena masih banyak penduduk Indonesia yang hidup pas-pasan bahkan miskin. Kemiskinan, kata dia, berpotensi membuat bangsa terpecah belah secara vertikal.
Ketiga, kekerasan atas nama agama. Menurut dia, selama ini muncul sekelompok orang dan organisasi yang memaksakan kehendak dan agamanya atas orang lain. Ironisnya, mereka melakukannya dengan kekerasan.
Magnis menegaskan, sejarah mencatat para tokoh Islam pernah menyatakan kesediaan menghapus Piagam Jakarta. "Kesediaan itu tetap ada dan merupakan salah satu modal sosial besar bagi bangsa ini."
Dia menambahkan akar dari ketiga persoalan di atas adalah perilaku korupsi yang menggerogoti bangsa ini. Agar bisa keluar dari masalah tersebut, Magnis mendesak pemerintah memberantas tuntas korupsi. "Perlu perlawanan terhadap korupsi karena ia merusak kejujuran bangsa. Jika telah merusak kejujuran, maka demokrasi dan kesediaan untuk mengakui perbedaan tidak bisa tercapai," ujarnya.
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Antasari Azhar menilai maraknya korupsi di Tanah Air membuktikan Indonesia gagal menjadikan Pancasila sebagai sumber nilai dalam memerangi korupsi.
âPancasila merupakan principa prima norma yang universal, dapat digunakan di segala zaman dan tempat. Merupakan dasar bagi seluruh masyarakat Indonesia untuk tetap bertindak baik dan bertanggung jawab secara moral terhadap segala tindakannya,â kata Antasari dalam diskusi Peringatan Hari Lahir Pancasila di Sekretariat Presidum Persatuan Alumni GMNI, Jakarta, kemarin.
Antasari mengatakan, jika seluruh aturan perundangan, mulai dari UUD, UU/Perpu, PP, Perpres, maupun Perda benar-benar dibuat dengan niat baik dan sesuai dengan Pancasila sebagai sumber segala sumber hukum, niscaya tidak dibutuhkan lagi reformasi birokrasi dan perang terhadap korupsi.
âJika kita menjadikan Pancasila sebagai sumber nilai, maka kita semua harus menjadi subyek pemberantasan korupsi,â tegasnya.
Ketua Presidium Persatuan Alumni GMNI, Palar Batubara, mengatakan bentuk nyata dari keteladanan dan konsistensi pelaksanaan Pancasila dapat dimulai dengan diakhirinya kebijakan-kebijakan yang tidak berpihak kepada kepentingan rakyat, praktik kejahatan korupsi, dan ego kepentingan yang bersifat sektoral.
Very Herdiman/Jan Prince Permata
Sumber: www.jurnalnasional.com
Gambar: dok. Humas MK