[4/6/08]
Baik MA maupun MK belum menentukan sikap terkait adanya dua wadah tunggal organisasi advokat. Harifin Tumpa mengatakan MA baru akan bersikap bila sudah ada kasus riil di lapangan.
Sebuah bus mewah parkir di depan gedung Mahkamah Agung (MA). Di badan bus terpampang spanduk Kongres Advokat Indonesia (KAI). Para pengurus organisasi tandingan Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) ini memang sedang melakukan kunjungan ke lembaga yang dipimpin oleh Bagir Manan itu. Presiden KAI Indra Sahnun Lubis yang turun langsung memimpin rombongan. Rombongan KAI ditemui oleh Wakil Ketua MA Non Yudisial Harifin Tumpa. Maklum saja, Bagir sedang tak berada di tempat.
Usai pertemuan, Harifin diberondong pertanyaan oleh sejumlah wartawan. Intinya, apakah pertemuan ini menunjukkan keberpihakan MA kepada organisasi advokat yang baru hitungan hari terbentuk. Harifin pun segera meluruskan. âPertemuan tadi tak direncanakan. Mereka datang dengan tiba-tiba,â ujarnya. Harifin mengaku terpaksa menerima rombongan tersebut. âMau tak mau saya menerima mereka,â tambahnya.
Namun, Harifin mengaku tak mengeluarkan pernyataan apapun dalam pertemuan tersebut. Alasannya, karena ini adalah persoalan internal organisasi advokat. Ia menegaskan MA tak punya keberpihakan. Baik mendukung Peradi atau KAI. âKita belum mengambil sikap,â tegasnya.
Persoalan semakin meruncing, dengan dikeluarkannya izin advokat versi KAI. Padahal, sebelumnya telah hadir surat sekretaris MA No.07/SEK/01/2007 sering ditafsirkan bahwa hanya advokat yang mengantongi izin Peradi yang boleh beracara di pengadilan.
Isi Surat Sekretaris MA No.07/SEK/01/I/2007
Sehubungan dengan akan berakhirnya Kartu Tanda Pengenal Advokat (KTPA) yang dikeluarkan oleh Komite Kerja Advokat Indonesia (KKAI) pada tanggal 31 Desember 2006, maka diberitahukan bahwa Dewan Pimpinan Nasional (DPN) Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) akan mengeluarkan pengganti dengan KTPA baru atas nama Peradi yang akan digunakan oleh para Advokat yang berpraktik di pengadilan dari semua peradilan di seluruh Indonesia |
Sayangnya, Harifin enggan memperjelas hal ini. Dia beralasan di lapangan belum ada kasus seorang advokat menggunakan kartu selain Peradi. âKasus ini belum ada terjadi,â dalihnya. Menurutnya, seorang hakim hanya bisa berbicara sesuatu yang riil, bukan berdasarkan ilusi. Ia menegaskan sampai saat ini belum ada persoalan di daerah terkait hal ini.
âKalau ada persoalan tentu mereka akan menyampaikan ke MA,â kata Harifin. Setelah ada persoalan itu, lanjutnya, baru bisa disebut sebagai perkara konkret. ââBaru kita akan mengambil sikap,â tambahnya.
Sikap Harifin memang terkesan hati-hati. Bahkan, untuk menegaskan apakah MA akan tetap mempertahankan surat sekretaris MA itu atau merevisinya, Harifin enggan berkomentar. âNanti kita lihatlah,â elaknya. Harifin hanya menegaskan UU No.18 Tahun 2003 tentang Advokat, yang bisa beracara harus advokat. âSaya tak mau mengomentari dari organisasi mana,â elaknya lagi.
Sikap hati-hati bukan hanya di MA, tetapi juga di Mahkamah Konstitusi (MK). âSaya belum bisa menentukan itu sekarang,â ujar Ketua MK Jimly Asshiddiqie ketika dimintai komentar mengenai keabsahan kartu advokat dari Peradi atau KAI. Ia malah menyarankan agar PERADI menyelesaikan konflik ini secara internal. Sikap ini memang terkesan berbeda dengan pernyataan Jimly sebelumnya yang mengakui Peradi sebagai wadah tunggal organisasi advokat.
Dilema yang dihadapi Jimly ini terkait ancaman PERADI yang ingin mencabut izin advokat bagi anggotanya yang ikut KAI. âKan tidak lucu kalau separuh anggota Peradi izinnya dicabut,â ujarnya di gedung MK, Selasa (3/6). âOrang bisa dipecat sebagai anggota. Tapi tak bisa dipecat dari profesinya,â tambah Guru Besar Hukum Tata Negara dari Universitas Indonesia ini.
MK memang berbeda dengan MA. Bila di MA, kartu advokat merupakan hal yang mutlak bagi seseorang untuk beracara, di MK tidak demikian. Seorang kuasa hukum yang memiliki kartu advokat, hanya dibedakan apakah ia menggunakan toga advokat atau tidak di persidangan MK. Bila kuasa hukum merupakan advokat, maka ia harus menggunakan toga advokat. Bila bukan advokat maka toga advokat âharamâ hukumnya untuk dikenakan.
Dalam praktek, lanjut Jimly, kuasa hukum memang tak identik dengan advokat. Ia mencontohkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang sering memberi kuasa kepada anggota Komisi III yang membidangi hukum untuk hadir mewakili DPR. âKalau Presiden, kuasanya adalah menteri. Sedangkan menteri, kuasanya adalah kepala biro hukum instansinya,â ujarnya.
Pakai Kartu Lama
Sementara, Presiden KAI Indra Sahnun Lubis menegaskan bahwa kartu Peradi tak dibutuhkan lagi. âKAI akan mengeluarkan kartu seperti Peradi yang menjamin advokat di seluruh Indonesia untuk beracara di dalam dan luar pengadilan,â tegasnya di pelataran MA. Sebelum kartu itu terbit, lanjutnya, advokat lawas bisa menggunakan izin dari Menteri Kehakiman â sekarang Menteri Hukum dan HAM â atau SK Pengadilan Tinggi. Sebelum Peradi berdiri, dua jenis izin itulah yang digunakan advokat untuk beracara di pengadilan.
Lalu bagaimana dengan advokat muda yang hanya mengandalkan kartu Peradi? Indra punya opsi lain. âMasyarakat atau komunitas advokat yang hanya punya kartu Peradi boleh digunakan sebelum terbitnya kartu advokat yang dikeluarkan oleh KAI,â ujarnya.
Salah seorang Ketua DPN Peradi Denny Kailimang menjelaskan izin dari Menteri atau SKPT sudah tak bisa digunakan lagi untuk beracara. Ia mengingatkan ada dua persoalan pokok yang telah dilimpahkan menteri kehakiman maupun MA kepada Peradi. âPertama, rekrutmen, pendidikan, dan magang calon advokat. Kedua, Kartu tanda advokat,â jelasnya.
Sekretaris Jenderal DPN Peradi Harry Ponto ikut angkat bicara. Ia mengomentari manuver yang dilakukan oleh KAI. âLembaga seperti MA berdasarkan hukum, bukan berdasarkan dengan lobi,â ujarnya. Ia pun mengaku tak khawatir bila MA mengakui kartu advokat yang dikeluarkan KAI. âMA itu lembaga tertinggi dan kami percaya mereka tahu hukum,â tambahnya.
Harry juga menambahkan bahwa sesama organ negara seharusnya saling menghormati satu sama lain. Harry memang percaya diri menyebut Peradi sebagai organ negara. Sebelumnya, Jimly menjelaskan bahwa PERADI merupakan organ negara dalam arti luas. Artinya, menjalankan fungsi negara meski anggaran dan gaji pegawainya bukan berasal dari negara.
Meski begitu, Harry juga tak lupa memberikan tawaran islah. âKalau mau dibenahi, ayo kita benahi bersama profesi kita. Bukan dengan membuat perpecahan-perpecahan,â ujarnya. Harry pun tak segan-segan menyebut awal pembangunan PERADI sebagai masa-masa yang indah. Kala itu, akunya, dalam internal PERADI sering terjadi perdebatan-perdebatan yang positif. Misalnya, mengenai Pendidikan Khusus Profesi Advokat (PKPA) dan ujian advokat, mana yang harus didahulukan. âItu diperdebatkan bagaimana baiknya. Di masa-masa indah itu,â pungkasnya sedikit bernostalgia.a
(Ali)
Sumber: www.hukumonline.com
Gambar: http://www.fatimalawyer.com/images/logo.jpg