MENJELANG akhir persidangan permohonan judicial review (uji materi) Undang-Undang Pemilihan Umum (Pemilu) di Mahkamah Konstitusi (MK) merupakan tahap kritis bagi Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Uji materi dilayangkan terhadap UU Pemilihan Umum (Pemilu) anggota MPR, DPR/DPD, dan DPRD karena dinilai memperkecil kewenangan DPD.
Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Ginandjar Kartasasmita di Gedung DPD, pekan lalu menjelaskan, DPD melalui tim kuasa hukum mendaftarkan permohonan judicial review Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilu, Kamis, 10 April 2008.
"Pengujian materiil DPD berkenaan dengan materi ayat, pasal, dan/atau bagian UU Pemilu yang bertentangan dengan UUD 1945 serta merugikan hak dan/atau kewenangan konstitusional pemohon," katanya.
Di samping menempuh judicial review UU Pemilu di MK, DPD juga memperjuangkan posisi kelembagaannya melalui RUU tentang Susunan dan Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (RUU Susduk). RUU Susduk saat ini sedang dalam pembahasan di DPR.
DPD memperjuangkan agar wewenang terbatas DPD dalam Undang-Undang Dasar 1945 semakin dikecilkan seperti dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2003 tentang Susduk. "Sudah kewenangannya terbatas dalam UUD, oleh UU Susduk yang lama lebih dikerdilkan lagi, lebih dimarjinalkan lagi," katanya.
Dia berharap, Pasal 22D UUD 1945 yang memuat wewenang terbatas DPD di samping fungsi dan tugasnya terjabar dalam UU Susduk secara optimal atau sepatutnya. "Cuma itu keinginan DPD," ucapnya.
Dia juga berharap, Panitia Khusus RUU Susduk MPR, DPR, DPD, DPRD semakin arif dan bijaksana merumuskan posisi DPD dan menjabarkan fungsi, tugas, dan wewenang DPD dalam Pasal 22D UUD 1945.
Anggota DPD dari Provinsi Bangka Belitung, Fajar Fairy Rusni menyatakan optimistis judicial review UU Pemilu dapat dikabulkan oleh Mahkamah Konstitusi.
"Saya optimistis permohonan judicial review DPD dikabulkan MK," kata Fajar.n (Friederich Batari)
Sumber www.jurnalnasional.com
Foto www.google.co.id