by : Adhitya Cahya Utama
KALANGAN sipil masih berbeda pendapat mengenai kelanjutan pembahasan rancangan Udang-undang (RUU) Rahasia Negara. Beberapa akademisi berpendapat secara substansi RUU Rahasia Negara mutlak diperlukan sekalipun pasal 17 UU No 14 Tahun 2008 mengenai Keterbukaan Informasi Publik (KIP) dan KUHP telah mengatur beberapa hal yang berkaitan dengan rahasia negara.
Sedangkan aktivis lembaga swadaya masyarakat (LSM) beranggapan, pasal 17 UU KIP mengenai pengecualian informasi yang mencakup substansi rahasia negara sudah cukup komprehensif. Klausul ruang lingkup informasi rahasia dalam UU KIP dianggap aktivis LSM sudah sangat jelas, ketimbang rumusan penjelasan RUU Rahasia Negara.
Kejelasan dalam UU KIP diyakini aktivis LSM tidak bakal membuka peluang multitafsir di kemudian hari. Menurut pengamat militer dari Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Kusnanto Anggoro, pengaturan rahasia negara dilakukan pada tingkat yang lebih rendah dari UU justru akan memberikan diskresi lebih besar pada negara.
"Meski memang menyelesaikan sebagian perdebatan tentang ruang lingkup," katanya dalam diskusi RUU Rahasia Negara yang diadakan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) di Jakarta, Kamis (29/5). Sebuah pengaturan rahasia negara tidak harus bertentangan dengan hak-hak politik warga negara.
Apalagi, pemerintah telah menunjukkan itikad baik dengan mengakui rancangannya masih bersifat makro dan belum menjadikan UU KIP sebagai acuan pokok. "Pembahasan harus dilanjutkan dengan mengubah hal-hal yang cakupannya belum jelas," katanya.
Dua hari lalu, pemerintah dan DPR sepakat memperbaiki RUU Rahasia Negara. Rancangan harus disinkronkan dengan memerhatikan perkembangan di masyarakat dan sejalan dengan prinsip UU KIP. Pemerintah diberikan waktu tiga bulan untuk merevisi.
Menurutnya, waktu tiga bulan harus dimanfaatkan pemerintah untuk memperbaiki kelemahan utama draf yang ada. Di antaranya kekaburan paradigmatik, ketidakjelasan orientasi, dan kelemahan operasional.
Direktur Eksekutif Propatria T. Hari Prihantono pesimis RUU dapat disahkan tahun 2009, meski pembahasan dilanjutkan. Dengan waktu revisi tiga bulan, DPR tidak akan sempat membahas dalam masa sidang kali ini. Dimulainya pembahasan kembali awal 2009 pun tidak akan efektif karena semua fokus pada pemilihan umum presiden dan legislatif.
"Jadi mau tak mau harus dilanjutkan. Kalau pembahasan dihentikan kapan RUU ini disahkan?" katanya. Koordinator Loby Koalisi untuk Kebebasan Informasi Agus Sudibyo bersikap sebaliknya. Ia minta pembahasan RUU Rahasia Negara harus didrop.
Pemerintah dan DPR harus meninjau ulang urgensi menerbitkan UU Rahasia Negara itu. "Apa kita memang membutuhkannya saat ini. Kultur pengekangan 32 tahun yang lalu masih lekat," ucapnya. Untuk menguji keterbukaan, harus lihat implementasi UU KIP dahulu. Saat ini saja sudah banyak kasus menunjukkan rahasia menjadi masalah subyektif per orangan atau instansi.
Tanpa rahasia negara saja, sebuah instansi dapat mengganggu privasi warga negara. "Kriminalisasi seperti ini bisa dilegalisasi atas nama rahasia negara jika RUU ini disahkan," kata Agus.
Sumber: www.jurnalnasional.com
Gambar: www.google.co.id