Mahkamah Konstitusi pertama kali terbentuk di Austria. Seorang ahli hukum sekaligus penyusun Konstitusi Austria, Hans Kelsen, sebagai pencetus ide itu. Menurut Kelsen, MK berfungsi sebagai legislator sebagaimana Parlemen. Bedanya, Parlemen sebagai positive legislator (pembuat norma), sedangkan MK sebagai negative legislator (penghapus norma).
Demikian pengantar kuliah Ketua MK, Jimly Asshiddiqie, kepada para peserta Pendidikan dan Pelatihan Legal Drafting (perancangan perundang-undangan) Departemen Hukum dan HAM, Kamis (29/5), di MK.
Lanjut Jimly, lembaga MK banyak berdiri di negara-negara penganut aliran hukum eropa-continental. Sedangkan di negara-negara penganut aliran hukum common law, fungsi MK telah melekat di lembaga Mahkamah Agung (MA). âKecuali, di Inggris tidak dikenal adanya pengujian undang-undang karena menganut prinsip supremasi parlemen,â urai Jimly.
Dari perkembangan sejarah di atas, Indonesia, kata Jimly, ketika melakukan amendemen Konstitusi, akhirnya mengadopsi MK menjadi salah satu lembaga pemegang kekuasaan kehakiman, selain MA.
Mahkamah Konstitusi adalah salah satu pelaku kekuasaan kehakiman yang dibentuk berdasarkan Pasal 24C Undang-Undang Dasar 1945 perubahan ketiga. Pembentukannya dikukuhkan dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi.
Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum, serta wajib memberikan putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut Undang-Undang Dasar. (Fransiska Retno)