by : Siagian Priska Cesillia
MAHKAMAH Agung (MA) menolak permohonan Mayjen TNI (Purn) Trimtamtamo Panggabean-Benny Pasaribu (Triben) untuk melakukan pemilihan kepala daerah (Pilkada) ulang di Sumatera Utara (Sumut). Penolakan didasarkan pada pertimbangan bahwa pemungutan suara ulang bukanlah wewenang MA.
"Berdasarkan UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, pemungutan suara ulang dapat dilakukan apabila ada kerusuhan. Sedangkan apa yang dipersoalkan pemohon adalah kesalahan proses penghitungan," ucap Ketua Majelis Hakim MA Paulus Effendi Lotulung, kemarin (27/5) di Jakarta.
Majelis hakim juga mempertanyakan apakah jumlah suara yang dihilangkan pasti untuk pemohon, bukan untuk calon pasangan lain. Dengan demikian pemohon menurut majelis hakim tidak dapat membuktikan dalil-dalilnya. "Maka putusan KPUD mengenai penetapan pasangan terpilih, sah menurut hukum." Dalam amar putusannya, MA juga menolak eksepsi termohon untuk seluruhnya.
Pasangan Triben mengajukan permohonan karena melihat ada kesalahan penghitungan pemilu yang dilakukan secara sistematis untuk memenangkan pasangan H Syamsul Arifin-Gatot Pujo Nugroho (Sampurno) sebanyak 42.409 suara. Berdasarkan penghitungan yang dilakukan pemohon, Triben seharusnya menduduki urutan pertama dengan perolehan suara 1.355.697.
Atas putusan tersebut, kuasa hukum pemohon Arteria Dahlan akan mengajukan peninjauan kembali (PK). Karena melihat ada pertimbangan yang keliru yang dilakukan majelis hakim.
"Sengketa pilkada adalah sengketa hukum publik yang pembuktiannya adalah pembuktian materil. Jadi sangat disayangkan MA mengakui adanya pelanggaran atau kelalaian yang dilakukan KPU, namun bersikukuh bukti-bukti yang diajukan KPU adalah sah menurut hukum."
KPU juga tidak melampirkan berita acara keberatan yang disampaikan oleh 14 kabupaten kota yang menyatakan penolakannya terhadap proses penghitungan. "Inilah yang kami anggap sebagai penyesatan persidangan." Dan kesalahan hitung yang dilakukan KPU, menurut Arteria juga terjadi di tingkat pleno provinsi. "Kami uraikan secara detail dalam bukti-bukti P3 sampai P27."
Arteria menambahkan, seharusnya seperti sengketa pilkada Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, dan Maluku Utara, majelis hakim minimal memerintahkan pemungutan suara ulang. "Karena kami dapat buktikan pelanggaran seperti yang dilakukan pemohon di sengketa pilkada tersebut. Tapi yang terjadi di Sumut, putusannya di luar perkiraan dan penghitungan kita," pungkasnya.
Sumber www.jurnalnasional.com (Rabu, 28 Mei 2008)
Gambar: dokumen Humas MK