by : Okky Puspa Madasari
RANCANGAN Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Kompensasi, Restitusi dan Bantuan kepada saksi dan korban dinilai telah melemahkan jaminan korban pelanggaran HAM untuk memperoleh kompensasi. RPP juga mengalihkan tanggung jawab pembayaran kompensasi dari pelaku pelanggaran HAM ke negara.
"RPP ini justru menegaskan tanggung jawab negara, bukan tanggung jawab pelaku," kata Direktur Eksekutif Elsam, Agung Putri Astrid Kartika, Selasa (27/5). Dalam pasal 1 angka 4 RPP, definisi kompensasi disebutkan sebagai ganti kerugian yang diberikan negara karena pelaku tidak mampu memberikan ganti kerugian sepenuhnya yang menjadi tanggung jawab negara.
Dengan definisi tersebut, kompensasi dapat diberikan jika ada pelaku yang dinyatakan bersalah dan dibebani untuk mengganti kerugian korban. "Jika pelaku tidak mampu mengganti sepenuhnya maka negara mengambil alih tanggung jawab pelaku," kata Agung Putri.
Kepala Divisi Monitoring LeIP, Arsil, menyatakan kesalahan mendasar dalam RPP ini adalah menggantungkan pembayaran kompensasi pada pembuktian terdakwa pelanggaran HAM. Pembuktian di pengadilan pula yang akan menentukan apakah pelaku sanggup membayar kompensasi atau tidak.
"Masalahnya tidak ada proses di pengadilan yang menjelaskan bahwa pelaku tidak mampu. Lalu dalam persidangan dengan banyak terdakwa, untuk terdakwa yang mana negara harus membayarkan kompensasi?" kata Arsil.
RPP tentang kompensasi, kata Arsil, telah menunjukkan negara berpihak pada pelaku pelanggaran HAM. "Negara justru membantu pelaku untuk membayar ganti rugi," katanya.
Arsil menyatakan kompensasi harusnya dibayarkan tanpa menunggu putusan pengadilan. Pelaku pelanggaran HAM wajib membayar kompensasi ketika Komnas HAM telah menyatakan terjadi pelanggaran HAM berat.
Sumber www.jurnalnasional.com
Gambar: http://syaldi.files.wordpress.com/2007/08/cropped-flaming-fist.jpg