JAKARTA (Suara Karya): Keberadaan Kabupaten Samosir dan Serdang Bedagai tetap berkibar. Mahkamah Konstitusi (MK) tidak dapat menerima uji materiil Undang-Undang (UU) Nomor 36 tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Samosir dan Kabupaten Serdang Bedagai, Sumatera Utara (Sumut), yang diajukan Masyarakat Adat Batak Timur.
Dalam sidang pembacaan putusan di Gedung MK, Jakarta, Selasa, majelis hakim MK menyatakan kerugian yang dialami pemohon bukanlah kerugian hak-hak konstitusional.
"Dalam pembentukan Kabupaten Serdang Bedagai sebagai hasil pemekaran Kabupaten Deli Serdang di Provinsi Sumatera Utara telah terjadi perubahan di lapangan yang mengakibatkan pemohon selaku kelompok warga yang mempunyai kepentingan sama, merasa dirugikan. Namun kerugian tersebut bukanlah kerugian hak-hak konstitusional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 e ayat (3) dan Pasal 28 i ayat (2) UUD 1945," kata Ketua Majelis Hakim Jimly Asshiddiqie.
Menurut majelis, substansi persoalan dalam permohonan sesungguhnya berada dalam ruang lingkup kewenangan eksekutif (pemerintah) untuk menyelesaikannya. Tidak tuntasnya persoalan batas wilayah antara Kabupaten Deli Serdang dan Kabupaten Serdang Bedagai yang menyebabkan timbulnya dualisme pemerintahan di sembilan desa di perbatasan kedua kabupaten disebutkan bukan persoalan inkonstitusionalitas norma undang-undang.
"Dengan tidak terdapat kerugian hak konstitusional, maka syarat kedudukan hukum atau legal standing pemohon sebagaimana dimaksud Pasal 51 ayat (1) UU MK tidak terpenuhi. Dengan demikian, permohonan harus dinyatakan tidak dapat diterima," tutur Jimly.
Pemohon melalui penasihat hukumnya, Dirhamsyah Tousa, sebelumnya mengatakan, hak konstitusionalnya dirugikan akibat pemekaran kedua kabupaten tersebut. Termasuk dalam hal budaya, sejarah Serdang Hulu yang sejak dulu merupakan tempat berpijak dan berkembangnya nilai-nilai budaya masyarakat setempat menjadi hilang. Pemekaran juga menyebabkan wilayah Serdang Hulu terpecah menjadi dua wilayah. Sebagian masuk wilayah Kabupaten Deli Serdang dan sebagian lainnya masuk wilayah Kabupaten Serdang Bedagai.
Pemohon menilai telah terjadi pemaksaan kehendak oleh pemerintah Serdang Bedagai yang telah memberhentikan sembilan kepala desa di Kecamatan Bangun Purba. Kemudian secara sepihak mengangkat caretaker kepala desa di Kecamatan Bangun Purba yang mengakibatkan terjadi konflik horizontal dan vertikal di daerah tersebut.
Majelis hakim MK dalam pertimbangannya mengakui telah terjadi miskomunikasi dalam proses pembentukan UU. "Ketika proses penyerapan aspirasi dan pelaksanaannya di lapangan dilakukan dalam rangka pembentukan daerah otonom Kabupaten Serdang Bedagai, komunikasi tak berjalan semestinya," kata hakim anggota I Dewa Gede Palguna.
Tetapi, hal demikian tak dapat dinilai sebagai pelanggaran prosedur pembentukan UU Nomor 36 tahun 2003 yang dapat mengakibatkan bertentangannya UU tersebut dengan UUD 1945.
"Lagi pula pemohon tidak menghendaki jika MK menyatakan seluruh materi UU Nomor 36 tahun 2003 bertentangan dengan UUD 1945," ujar Palguna. Menanggapi putusan MK itu, penasihat hukum pemohon Dirhamsyah Tousa justru melihat adanya peluang untuk mengajukan uji formil ke MK. "Bukan tidak mungkin kami akan mengajukan uji formil ke MK," katanya. (Wilmar P)
sumber www.suarakarya-online.com
Foto www.suarapembaruan.com/.../Hiburan/10samos1.gif