Guru adalah suatu profesi yang independen. Namun dalam menjalankan perannya, guru tidak perlu menjadi eksklusif. Hal tersebut disampaikan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Jimly Asshiddiqie, dalam Seminar Nasional Perlindungan Bagi Profesi Guru yang diselenggarakan oleh Federasi Guru Independen Indonesia (FGII) di Aula Lantai Dasar Gedung MK, Minggu (25/5).
âMenjadi merdeka bukan berarti kita menutup diri. Independen berarti kita merdeka dalam mengambil keputusan. Dalam menjalankan tugas, kita independen. Namun, boleh jadi, dalam hal lain kita juga perlu menggantungkan diri pada pihak lain. Jadi, di dalam independensi terdapat juga interdependensi,â jelas Jimly.
Selain itu Jimly juga menekankan perlunya kaum guru melakukan perenungan dan evelauasi tentang apa yang telah dilakukan selama 10 tahun reformasi. âJadi, introspeksi diri. Jangan hanya demonstrasi,â seru Jimly.
Jimly mengakui sejak reformasi bergulir, banyak terjadi perubahan di Indonesia yang tak mungkin disikapi dengan komunikasi biasa. Karena itu, menurut Jimly, wajar jika demonstrasi sering dijadikan alat menyampaikan pendapat. âNamun selain tuntutan kita terhadap pihak eksternal, saya rasa sudah saatnya juga kita membangun kepedulian terhadap kritik internal yang ditujukan kepada pihak kita sendiri sebagai guru,â Jimly berpesan.
Dahulu guru adalah sosok yang digugu (diturut red.) dan ditiru. Guru juga pernah menjadi narasumber utama. Tapi lama kelamaan, lanjut Jimly, seiring dengan pusat komunikasi yang semakin kompleks, guru tiba-tiba harus bersaing dengan media. Karena itu, pesan Jimly, seiring perkembangan dunia, guru harus melakukan transformasi diri. âKalau kita tidak segera memperbaiki cara kerja kita, kita tidak akan bisa segera memperbaiki kualitas pendidikan. Padahal, pendidikan yang tidak mendapat perhatian tidak mungkin dapat membawa bangsa ke arah peradaban yang diharapkan,â pungkas Jimly.
Sementara itu, di hadapan para wartawan, Jimly juga menyinggung persoalan anggaran pendidikan sebesar 20 persen. âDalam UUD secara eksplisit disebutkan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20 persen. Maka, tidak boleh kurang tapi boleh lebih. Ini harus dimulai dari APBN pusat. Kalo pusatnya nggak, ya ke bawahnya nggak. Jadi ini sangat serius, sesuai dengan janji kita dalam konstitusi sebagai kontrak sosial. Nggak usah ditunda-tunda,â pesan Jimly. [Kencana Suluh Hikmah]