Saat putusan pengujian UU Perpajakan, pihak yang bersengketa melakukan perang opini di MK. BPK dan Depkeu mengeluarkan siaran pers yang membahas putusan. Indikasi putusan MK bocor?
Bekti Nugroho mencurahkan hatinya terkait pengalaman meliput di Mahkamah Konstitusi (MK). Sekretaris Jenderal (Sekjend) Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) ini mengaku kebingungan tiap kali membaca putusan MK. Maklum saja, meski MK sudah berupaya transparan dengan memberikan putusan kepada wartawan beberapa menit setelah dibacakan, tetap saja terdapat kendala bagi peliput. Bahasa hukum dalam putusan dinilai terlalu berat. Khususnya, untuk wartawan yang tak memiliki latar belakang pendidikan hukum.
Bekti mengutarakan, selain memberikan putusan, akan lebih baik bila MK juga membuat ringkasan atau summary sehingga memudahkan para kuli tinta. Bekti mengutarakan hal ini di depan Sekretaris Jenderal MK Janedjri M Gaffar dalam media workshop di Bogor, Jumat (16/4) lalu.
Merespon permintaan Bekti, Janedjri menjelaskan bahwa MK sudah memikirkan bagaimana cara memudahkan wartawan menjalankan tugas, khususnya meliput persidangan. Soal summary yang diminta Bekti, Janedjri menolak secara halus. âPutusan MK kan rahasia. Saya sendiri tak tahu,â ujarnya memberi alasan.
Biasanya, sebelum putusan dibacakan, sebuah kasus harus dibahas dalam rapat permusyawaratn hakim (RPH). Nah, menurut Janedjri, RPH merupakan wilayah yang steril, bersifat rahasia. Kalaupun ada petugas Kesekretariatan MK yang mendampingi hakim konstitusi dalam RPH, mereka diwanti-wanti jangan sampai membocorkan. âMereka sudah kami sumpah agar tidak membocorkan,â jelasnya.
Seluruh pegawai MK tunduk pada kode etik. âKalau kami memberitahu sebelum putusan itu dibacakan, berarti kamimelanggar kode etik,â jelasnya.
Sekalipun Janedjri hakulyakin hasil RPH tak akan bocor, ada kejadian unik dalam putusan judicial review No. 28/2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP). Kuat dugaan para pihak seakan sudah mendapat bocoran sebelum putusan dibacakan. Humas Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Depkeu terlibat perang opini di gedung MK. Masing-masing mengeluarkan siaran pers yang intinya membahas putusan yang baru saja dibacakan. Lalu, kapan mereka bisa menyusun pernyataan kalau tidak mendapat bocoran sebelum putusan dibacakan hakim?
Janedjri memang tak tahu isi siaran pers BPK dan Depkeu, karena itu ia hanya bisa menduga-duga. âItu perkiraan mereka,â katanya. Kebetulan saja perkiraan itu benar. Ia tetap yakin putusan UU KUP tak bocor ke pihak luar sebelum dibacakan.
Penjelasan seorang staf MK menguatkan pernyataan Djanedjri. Kata sumber yang menolak identitasnya disebut ini mengetahui BPK dan Depkeu sudah menyiapkan tiga jenis siaran pers. Ketiga jenis siaran pers itu mencakup tiga kemungkinan. Apakah putusannya ditolak, dikabulkan, atau tidak dapat diterima. âSaya kok yang print siaran pers mereka,â akunya.
Perubahan Struktur Putusan
Meski menolak membuat summary, bukan berarti MK tak berniat memudahkan wartawan yang meliput. Kebiasaan yang dilakukan adalah membuat pengantar putusan dalam bentuk siaran pers. Biasanya, penngantar putusan ini dikirim ke kantor media massa dan diberikan bagi wartawan yang datang ke MK untuk meliput sidang pembacaan putusan.
Selain itu, Janedjri mengungkapkan telah ada perubahan struktur putusan bertujuan memudahkan wartawan maupun masyarakat dalam memahami putusan MK. âCoba anda perhatikan putusan MK sebelum dan setelah tahun 2007,â pintanya. Dalam periode itu telah terjadi perubahan yang signifikan.
Salah satunya, adalah konklusi atau kesimpulan majelis hakim. Dalam putusan, konklusi ini berada sebelum amar putusan. Sebelum tahun 2007, bab mengenai konklusi tak tercantum dalam putusan.
Janedjri mengatakan konklusi bisa memudahkan wartawan maupun masyarakat untuk memahami alasan majelis memutus suatu perkara. Tanpa perlu membolak-balik pertimbangan hakim yang berlembar-lembar jumlahnya. âKonklusi bisa memandu masyarakat untuk cepat memahami putusan,â pungkasnya. (Ali)
Sumber www.hukumonline.com
Foto Dok Humas MK