Mahkamah Konstitusi menggelar sidang pengujian UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (UU Pemda) dan UU No.29 tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia (UU DKI) yang dimohonkan oleh Biem Benjamin pada Rabu (14/05) di Ruang Sidang Panel Gedung MK. Sidang perkara No. 11/PUU-VI/2008 ini mengagendakan Pemeriksaan Perbaikan Permohonan.
âDalam perbaikan permohonan ini, kami selaku Pemohon melakukan penajaman permohonan. Dengan demikian saat ini hanya Pasal 227 Ayat (2) UU Pemda; dan Pasal 1 angka 10, angka 11, angka 12, Pasal 19 Ayat (2), Ayat (3), Ayat (4), Ayat (6), Ayat (7), Ayat (8), serta Pasal 24 UU DKI yang kami ajukan uji materinya,â jelas Biem.
Menurut Biem, pelaksanaan otonomi daerah di DKI Jakarta sesuai dengan Pasal-Pasal pada kedua UU tersebut bertentangan dengan Pasal 18, Pasal 18 B, dan Pasal 28 D Ayat (3) UUD 1945.
âMisalnya, UUD 1945 Pasal 18 Ayat 1 memerintahkan agar setiap pemerintahan daerah baik di tingkat provinsi maupun kabupaten harus terdiri dari unsur eksekutif dan legislatif. Namun di Jakarta, pada tingkatan kota tidak ada DPRD selaku perwujudan unsur legislatif. Kemudian Pasal 18 Ayat (4) UUD 1945 juga menetapkan bahwa Gubernur, Bupati, dan Walikota dipilih secara demokratis. Di daerah lain, termasuk juga daerah istimewa, dilakukan pilkada untuk memilih kepala daerah. Nah, mengapa di Jakarta ini walikota dan bupati tidak dipilih demikian,â ujarnya.
Biem juga mempertanyakan mengapa sistem pemerintahan daerah Jakarta bisa bertentangan dengan UUD 1945. âApa karena Jakarta ini Daerah Khusus? Daerah Khusus juga sama dengan Daerah Istimewa. Tapi kan, otonomi di NAD, Yogyakarta, dan Papua berjalan tidak seperti ini (otonomi Jakarta-red). Hanya di Jakarta saja yang tidak sejalan dengan UUD 1945,â kata anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) asal DKI Jakarta ini.
Biem juga menyatakan bahwa lembaga tempatnya bernaung, yakni DPD, telah menangkap kejanggalan dalam UU Pemda dan UU DKI. Untuk itu, kata dia, DPD telah mengajukan permohonan ke DPR untuk membuat UU baru tentang pemerintahan DKI ini. Namun usulan tersebut tidak ditanggapi oleh DPR. Dengan latar itulah kemudian dirinya mengajukan permohonan judicial review ini kepada Mahkamah Konstitusi.
Setelah menerima perbaikan permohonan tersebut, Majelis Panel Hakim yang dipimpin Hakim Konstitusi Maruarar Siahaan mengesahkan bukti-bukti yang dibawa oleh Biem. (Kencana Suluh Hikmah)