Selain untuk menyelesaikan RUU Pilpres, energi DPR akan tersedot untuk membahas RUU Pemekaran Wilayah Kabupaten/Kota.
Teriakan sejumlah kalangan agar Rancangan Undang-Undang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (RUU Pengadilan Tipikor) lekas dibahas di parlemen seperti tidak ada gemanya. Alih-alih masuk prioritas, RUU ini bahkan belum diserahkan ke DPR dalam masa persidangan ke IV ini. Hingga kini, RUU Pengadilan Tipikor masih berada di tangan presiden.
âPatut disayangkan RUU Pengadilan Tipikor tidak menjadi prioritas. Padahal ini sangat penting mengingat Pengadilan Tipikor berkaitan dengan eksistensi KPK,â kata Peneliti Senior Pusat Kajian Hukum dan Kebijakan (PSHK) Bivitri Susanti, Selasa (13/5).
Berdasarkan putusan MK pada Desember 2006 silam, Pengadilan Tipikor harus dipayungi oleh sebuah UU tersendiri, bukan oleh UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. MK memberi waktu tiga tahun bagi terbentuknya UU yang khusus memberi payung hukum buat Pengadilan Tipikor. Dengan demikian, deadline yang diberikan MK adalah Desember 2009.
Bivitri khawatir, para anggota Dewan sibuk menghadapi Pemilu 2009 sehingga tidak bisa memenuhi deadline yang diberikan MK. Jika ini terjadi, tidak hanya KPK akan melemah, pemberantasan korupsi juga akan menuai hambatan serius.
Dalam rapat paripurna DPR kemarin terungkap bahwa pemerintah belum menyodorkan RUU Pengadilan Tipikor ke DPR. Pemerintah justru menyampaikan tiga RUU lain untuk dibahas DPR. Ketiganya adalah RUU tentang Metereologi dan Geofisika, RUU tentang Rumah Sakit, dan RUU tentang Penetapan Perppu No. 1 Tahun 2008 tentang Perubahan atas UU No. 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua menjadi UU.
Di sisi lain, DPR memprioritaskan penyelesaian RUU Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden serta RUU tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, dan DPRD. RUU tentang Kementerian Negara juga akan diprioritaskan.
Tiga RUU tentang hukum antre di belakangnya. Ketiganya adalah RUU tentang Perubahan Kedua atas UU No. 5 Tahun 2004 tentang Mahkamah Agung, RUU tentang Perubahan atas UU No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, dan RUU tentang Perubahan atas UU No. 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial.
DPR juga akan menuntaskan pembahasan RUU tentang Wilayah Negara, RUU tentang Rahasia Negara dan RUU Pelayanan Publik. Selain itu, DPR juga akan menyelesaikan RUU Perubahan atas UU tentang Pajak, RUU tentang Perbankan Syariah, dan RUU tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah.
RUU tentang Pornografi juga akan terus dibahas DPR. Selain itu, DPR juga akan menyelesaikan RUU tentang Pertambangan, Mineral dan Batubara serta RUU tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera.
Yang akan menyedot energi para wakil rakyat di Senayan adalah pembahasan RUU tentang Pemekaran Wilayah Kabupaten/Kota. Tak tanggung-tanggung, ada 27 RUU yang berisi soal pemekaran wilayah.
Secara keseluruhan, saat ini di DPR terdapat 71 RUU yang memasuki pembahasan tingkat satu dan 23 RUU yang masih dalam tahap penyempurnaan. âDi antara 71 RUU ada yang dapat dipastikan memasuki pembahasan tingkat dua atau pengambilan keputusan,â ungkap Ketua DPR Agung Laksono, dalam pidato tertulis yang disampaikan di rapat paripurna, kemarin.
Bivitri menilai, beberapa RUU yang akan diprioritaskan DPR memperlihatkan bahwa politikus di Senayan sudah mengambil ancang-ancang menghadapi Pemilu 2009. RUU Pemekaran wilayah, misalnya, berhubungan erat dengan peta pemilihan. âMakin banyak daerah baru, itu akan menciptakan kantong-kantong pemilih,â bebernya.
Karena itu Bivitri menyeru agar pembahasan ke-27 RUU pemekaran wilayah itu ditunda. âHarus dipikir ulang, RUU mana saja yang sebaiknya masuk prioritas. DPR tidak boleh terlalu memaksakan diri,â tandasnya.
Sesuai Program Legislasi Nasional, DPR periode 2004-2009 punya target menyelesaikan pembahasan 284 RUU. Dari jumlah itu, 104 RUU sudah diselesaikan DPR.
Agung Laksono mengimbau agar anggota Dewan, Komisi dan Pansus di DPR bisa lebih aktif dalam menjalankan fungsi legislasinya. Sebab, masa tugas mereka tinggal 10 bulan lagi. âItupun masih akan dikurangi masa-masa reses,â ujarnya.(Her)
sumber www.hukumonline.com (14/5/2008)
Foto Dok Humas MK