Kuasa hukum Majalah Tempo menilai laporan investigasi untuk menjalankan fungsinya sebagai lembaga yang mengontrol publik. Media ini juga sudah menanggapi hak jawab Asian Agri. Majelis hakim mempercepat masa sidangnya. Dari seminggu sekali menjadi dua kali sepekan.
Puluhan orang Senin jelang siang itu (12/5) rela berpanas-panasan di depan Gedung Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Mereka tengah unjuk rasa. Beberapa kendaraan bermotor yang keluar-masuk gedung itu kudu mengalah jalan pelan di sela sekumpulan massa itu. Sekelompok orang itu tergabung dalam Komite Anti Pengrusakan Hutan Indonesia (KAPHI).
Komite ini terdiri dari beberapa organisasi. Di antaranya, Aliansi Jurnalis Independen (AJI), WALHI, Aliansi Buruh Menggugat (ABM), ICEL, Sawit Watch, Pusat Bantuan Hukum dan HAM (PBHI), Lembaga Bantuan Hukum Pers, Green Press -kumpulan wartawan peminat isu lingkungan, dan lain-lain. Mereka berkoar-koar menuntut aparat hukum menangkap dan mengadili Sukanto Tanoto.
Sukanto Tanoto, taipan bernama asli Tan Kang Ho, merupakan konglomerat terkaya nomor dua di Indonesia versi Majalah Forbes -setelah Menko Kesra Aburizal Bakrie. Nilai kekayaan Sukanto ditaksir setara Rp25,5 triliun. Sukanto merupakan pemilik Raja Garuda Mas, perusahaan yang juga menguasai aset Grup Asian Agri serta Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP). Gurita usaha ini menguasai perkebunan dan industri kertas.
Akhir-akhir ini Sukanto kesandung dugaan penggelapan pajak oleh Direktorat Jenderal Pajak. Penghuni Jalan Gatot Subroto ini sempat melimpahkan berkas dugaan itu kepada Kejaksaan Agung. Namun, lantaran kurang cukup bukti, prajurit Bulungan ini mengembalikan berkas itu.
Rupanya, massa berdemo untuk mendukung Majalah Tempo. Majalah yang tersohor karena laporan investigasinya ini digugat oleh Grup Asian Agri yang digawangi oleh PT Asianagro Abadi. Gugatan ini berkaitan dengan pemberitaan media tersebut atas dugaan pengemplangan pajak oleh Sukanto. Hampir pukul 12 siang massa tersebut membubarkan diri. Lantas mereka âmenyerbuâ Ruang Sidang Mr. Wirjono Prodjodikoro.
Agenda sidang yang dipimpin oleh majelis hakim Panusunan Harahap (Ketua), Heru Pramono, serta Maryana adalah mendengarkan jawaban atas gugatan alias eksepsi. Asian Agri diwakili oleh kuasa hukum Hinca Panjaitan -mantan anggota Dewan Pers, Sugeng Teguh Santoso, dan lainnya. Sedangkan Tempo mempercayakan kuasa hukum pada LBH Pers.
Sekadar mengingatkan, legal battle di PN Jakarta Pusat ini hanya secuil dari âpertempuranâ yang sebenarnya. Di instansi Jalan Gajah Mada ini, Grup Asian Agri melawan Majalah Tempo. Gugatan perdata itu senilai Rp500 juta ganti rugi atas penghinaan serta Rp5 miliar untuk kerugian immateriil. Perkara yang dimaksud bernomor register 10/Pdt.G/2008/PN.Jkt.Pst. Perusahaan milik Sukanto lainnya, RAPP, menggugat Koran Tempo di PN Jakarta Selatan. Besarnya gugatan di lembaga yang bermarkas di Ragunan itu senilai Rp1 miliar. RAPP merupakan produsen kertas merek terkenal, Paper One.
Dalam pembacaan eksepsinya, Direktur LBH Pers Hendrayana menilai gugatan tersebut merupakan usaha untuk menghalangi kebebasan pers. Padahal, pers berperan untuk memenuhi kepentingan publik. Liputan investigasi merupakan upaya menegakkan hukum dan menuntaskan agenda reformasi.
Hendra menyitir pernyataan Ketua Mahkamah Agung Bagir Manan. âUntuk menjamin dan melindungi kebebasan pers, hakim sebagai salah satu garda depan yang menjamin tegaknya negara berdasarkan hukum tidak mungkin berlepas tangan dari upaya membangun pers yang bebas,â demikian ujar Bagir dalam sambutan untuk rapat kerja nasional para hakim, 19-22 September 2007 -seperti yang dibacakan Hendra.
Hendra mengutip pendapat mantan Ketua PN Jakarta Selatan Andi Samsan Nganro, dalam sebuah makalah yang tertanggal 27 September 2007. Andi, sesuai penuturan Hendra, menyarankan para hakim mengedepankan penggunaan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers (UU Pers). Pers berfungsi sebagai sarana pengawasan, kritik, koreksi, dan saran atas hal-hal yang berkenaan dengan kepentingan umum. Karena itu, Andi berpendapat hakim harus melepaskan pers dari tuntutan pidana.
Sebelum menutup sidang, hakim ketua Panusunan menegaskan sidang perkara ini perlu secepatnya diputuskan -setidaknya akhir bulan Mei. Oleh karena itu, agenda replik bakal digelar pada Kamis (15/5) sedangkan duplik akan dihelat pada Senin depan (19/5). Selanjutnya adalah pembuktian lewat saksi-saksi serta alat bukti lainnya.
Pemimpin redaksi Majalah Tempo Toriq Hadad mengakui total gugatan yang mencapai Rp6 miliar itu memberatkan bagi perusahaannya. âKeuntungan kami pada 2007 hanya Rp2,5 miliar,â ujarnya dari sambungan telepon sambil tergelak, sore usai sidang.
Namun, yang membuat Toriq masygul bukan nilai tuntutannya. Toriq justru merasa gugatan itu lemah acuan -dengan menengok KUH Perdata. âHarusnya mereka memakai UU Pers,â tegasnya. Toriq juga merasa aneh pada tuntutan ganti rugi itu. Memang, UU Pers mengenal pidana maksimal Rp500 juta. Tapi, berupa hukuman denda. âBukan ganti rugi,â timpalnya.
Sugeng menilai Tempo mendahului langkah penegak hukum mendakwa kliennya menggelapkan pajak. Menurut Sugeng, bukti saja belum cukup. Nyatanya, Kejagung mengembalikan berkas kepada Ditjen Pajak. âDitjen Pajak belum bisa mengungkap akurasi nilai ketetapan pajak kok,â tukasnya seusai sidang. Jadi, menurut Sugeng, tulisan Tempo merupakan fakta yang prematur. Walhasil, menurut Sugeng, Tempo silap menjaga asas praduga tak bersalah.
Sugeng juga menuding Tempo kurang baik memfilter sumber informasi. Dalam berita tersebut, Tempo memilih karyawan Asian Agri Vincentius Amin Sutanto. Vincent merupakan pegawai yang membobol uang perusahaan. Di sisi lain, Vincent dianggap oleh Tempo sebagai karyawan yang memegang âkartu trufâ segala borok pajak terutang Asian Agri. âTempo memperoleh informasi dari pencuri,â tambah Sugeng.
Hak jawab
Toriq pun menegaskan hak jawab yang mereka minta sudah Tempo muat. Hak jawab dan koreksi ini berkaitan dengan berita Majalah Tempo edisi 15-21 Januari 2007. Selang hampir setahun, barulah Asian Agri melayangkan keberatan atas berita itu dengan meminta hak jawab dan hak koreksi. Tepatnya pada 21 Desember 2007. Barulah Tempo melayani dengan memuatnya pada edisi 14-20 Januari 2008. Kendati telah dimuat, Asian Agri masih belum puas juga. Belum mengadu ke Dewan Pers, Asian Agri cs melayangkan gugatan ke PN Jakarta Pusat.
Bagi Toriq, permintaan atas hak jawab itu terlalu neko-neko. Toriq tidak bisa memahami mengapa mereka melayangkan keberatan itu hampir setahun kemudian. Jika mengacu pada mekanisme penyelesaian sengketa pemberitaan di Dewan Pers, âMereka seharusnya melayangkan permohonan hak jawab selambatnya dua bulan sesudah pemberitaan,â imbuhnya.
Sayang, Toriq sendiri mengakui belum ada ketentuan yang saklek soal seberapa lama âkadaluwarsaâ sebuah berita untuk menanggapi hak koreksi. Jika demikian, bisa saja ada pihak yang mengaku tidak puas atas pemberitaan terbitan yang sudah terlalu lampau. âKalau begitu, nanti ada sumber yang minta hak jawab atas pemberitan Tempo sebelum dibredel,â tukas Toriq.
Bagi Tempo sendiri, hak jawab bukanlah barang baru. Toriq mengaku Tempo bakal secepatnya melayani hak jawab atas pemberitaannya. Dalam prakteknya, âPaling lambat kami layani setelah lima edisi.â Jadi, menurut Toriq, Tempo tetap mematuhi tenggat waktu penyelesaian sebuah sengketa pemberitaan.
Toriq juga menegaskan Tempo tak akan gentar atas tuntutan itu. Melakukan liputan investigasi, âkita akan jalan terus,â serunya. Toriq menjelaskan, pada dasarnya liputan mendalam itu bukan untuk menyasar pihak tertentu saja. âKami tidak ofensif atau tendensius terhadap satu-dua nama. Kami tidak ada agenda khusus.â Karena itu, bagi majalah yang bermarkas di Jalan Proklamasi ini, investigasi akan berlaku bagi siapapun demi kepentingan publik.(Ycb)
Sumber www.hukumonline.com (13/05/08)
Foto http://www.thewritersworkshop.net