Dengan bukti lawas, Garuda yakin permohonan pailit yang diajukan Magnus bakal ditolak hakim.
Sejak awal Marcia Wibisono melenggang ke Pengadilan Niaga Jakarta Pusat dengan penuh percaya diri. âKami yakin kalau kami akan memenangkan perkara ini,â ujar Marcia yang menjadi kuasa hukum PT Garuda Indonesia, Senin (12/5). Pernyataan lawyer muda ini terkait permohonan pailit baru yang diajukan PT Magnus Indonesia kepada Garuda, belum lama ini.
Marcia mengaku makin pede, setelah perkara tersebut memasuki tahap pembuktian. Apalagi kalau dilihat putusan Mahkamah Agung (MA) dalam perkara sebelumnya. Sekedar informasi, perkara ini adalah kali kedua Magnus mengajukan permohonan pailit terhadap burung besi berlogo garuda biru itu. Pada permohonan pailit pertama, MA telah memutus sengketa pailit tersebut. Hasilnya, Garuda lolos dari jerat pailit.
Tidak jelas alasan Magnus kembali mengajukan permohonan pailit. Menurut Marcia, hampir tidak ada yang berubah dari pemohonan pailit Magnus yang baru. Begitu juga ketika Magnus mengajukan bukti-bukti tertulis ke persidangan. âTidak ada yang baru. Masih sama kok,â kata Marcia dari ujung teleponnya. Bukti yang dimaksud tak lain adalah kliping potongan koran dan beberapa perjanjian antara Garuda dengan Magnus.
Ne Bis In Idem
Fakta Magnus masih berkutat pada bukti yang lama, membuat Marcia yakin eksepsi kliennya bakal dikabulkan hakim. âDi dalam jawaban, kami mengajukan eksepsi ne bis in idem,â ungkapnya. Ne bis in idem artinya, satu kasus yang sudah berkekuatan hukum tetap tidak dapat diadili untuk kedua kali. âInti permohonan mereka sama. Bukti-buktinya sama. Sudah inkracht di Mahkamah Agung pula,â imbuhnya.
Ternyata, perseteruan Garuda dengan Magnus tidak hanya terjadi di pengadilan niaga, tapi juga di pengadilan negeri. Seperti diberitakan sebelumnya, pada 2006 Garuda langsung mengajukan gugatan perdata ketika permohonan pailit yang diajukan Magnus ditolak hakim. Gugatan itu dilayangkan atas dasar wanprestasi yang dilakukan Magnus. âPerkara perdata itu sekarang masih dalam proses kasasi di MA,â jelas Marcia. Perkara itu berlanjut lantaran di peradilan tingkat pertama dan banding, gugatan Garuda dikandaskan oleh hakim.
Nah, fakta sedang diperiksanya perkara perdata di tingkat kasasi menjadi alasan lain bagi Marcia untuk terus maju membela kliennya. Alasannya klasik, permohonan pailit Garuda oleh Magnus tidak dapat dibuktikan secara sederhana. Pasal 8 ayat (4) Undang-Undang No 37/2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UU Kepailitan dan PKPU) menjeskan, proses pembuktian di dalam permohonan pailit harus dibuktikan secara sederhana.
Belum lama ini Pengadilan Niaga Jakarta Pusat juga memutus perkara mengenai pembuktian sederhana. Perkara itu adalah permohonan pailit terhadap maskapai penerbangan Adam Air. Dalam putusannya, majelis hakim menolak permohonan pailit lantaran pemohon tidak bisa membuktikan keberadaan utang yang jatuh tempo dan dapat ditagih secara sederhana. Salah satu pertimbangan hakim kala itu adalah sedang diperiksanya masalah utang antara pemohon pailit dan Adam Air di pengadilan negeri lainnya.
Putusan Adam Air membuat Marcia makin optimis permohonan Magnus bakal ditolak hakim. Apalagi hingga kini saham Garuda masih 100 persen dimiliki pemerintah RI. âKepentingan negara akan terusik kalau Garuda dipailitkan,â tegasnya.
Pernyataan Marcia ada benarnya. Soalnya, Pasal 2 Ayat (5) UU Kepailitan dan PKPU menyatakan, Badan Usahan Milik Negara (BUMN) yang bergerak di bidang kepentingan publik hanya dapat diajukan permohonan pailit oleh Menteri Keuangan. Beleid sakti ini lah yang selalu menjadi tameng perusahaan plat merah agar terbebas dari jerat pailit.
Sayang, hingga berita ini diturunkan, hukumonline belum berhasil mendapatkan konfirmasi dari kuasa hukum Magnus. Yang jelas, Magnus tak akan menendurkan niatnya untuk mengajukan upaya hukum terhadap Garuda. Maklum, perusahaan jasa konsultan itu kesal lantaran Garuda belum membayar biaya konsultasi sebesar AS$4,38 juta.
Sesuai klausul dalam perjanjian konsultan (consultant agreement) tahun 2000, Magnus wajib memberikan konsultasi tentang standard operational procedure (SOP) kepada Garuda. Sebaliknya, BUMN yang masih terlilit utang itu diwajibkan membayar biaya (fee) atas konsultasi yang diberikan Magnus. Menurut pihak Magnus, hingga berakhirnya perjanjian tersebut pada 31 Desember 2001, Garuda belum membayar fee yang diperjanjikan. (IHW)
Sumber www.hukumonline.com (13/05/08)
Foto http://www.wilcopub.com