Berangkat dari kasus penembakan warga sipil oleh pasukan swasta Blackwater. Pilihannya, mereka diperlakukan sebagai sipil atau sebagai kombatan. Indonesia berkepentingan.
Maraknya penggunaan tentara swasta atau petugas keamanan perusahaan di berbagai belahan dunia mendorong para ahli urun rembug. Mereka membahas bagaimana posisi atau status tentara swasta dan petugas keamanan perusahaan tersebut dalam hukum humaniter internasional.
Indonesia tentu berkepentingan dengan pembahasan ini. Apalagi di sini, banyak perusahaan yang menyediakan jasa dan menggunakan petugas keamanan swasta. Acapkali petugas keamanan semacam itu dihadapkan dengan penduduk sipil ketika terjadi konflik. Selain itu, Indonesia memiliki petugas pertahanan sipil (hansip) dengan beragam nama semisal Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP). Pada prakteknya, Satpol PP justru lebih banyak berhadapan dengan warga sipil, antara lain mengamankan penggusuran warga sipil.
Di belahan bumi lain, terutama sejumlah kawasan konflik bersenjata, tentara swasta dan petugas keamanan perusahaan malah disewa secara terang-terangan untuk mengamankan aset atau wilayah tertentu. Sayang, dalam menjalankan tugasnya, tentara swasta dan petugas keamanan perusahaan sering bertingkah melampui wewenang. âKekerasan potensial dan prilaku menyimpang oleh petugas mereka,â tulis Benjamin Perrin, akademisi Fakultas Hukum McGill University, Montreal Kanada.
Ambillah konflik bersenjata di Irak sebagai contoh. September tahun lalu, kehadiran tentara swasta Blackwater di sana menimbulkan perdebatan internasional. Penyebabnya, tentara bayaran itu ikut menembaki warga sipil yang menyebabkan belasan warga Irak tewas. Berdasarkan hasil penyelidikan, tentara swasta di bawah payung Blackwater Company itu terbukti bersalah. Masalahnya, tentara swasta itu bekerja berdasarkan kontrak dengan pemerintah Amerika Serikat. Pada 2003, misalnya, Blackwater mendapatkan kontrak senilai AS$21 juta untuk menjadi petugas keamanan personil sipil AS yang bertugas di Irak semasa pemerintahan transisi.
Kasus semacam inilah yang mencuatkan kembali perdebatan tentang posisi tentara swasta dan petugas pengamanan perusahaan. Dalam perspektif hukum humaniter, posisi atau status di daerah konflik akan menentukan apakah mereka bisa menjadi sasaran tembak atau tidak. Konflik bersenjata di Irak antara pasukan multinasional melawan kelompok bersenjata. Menurut Rina Rusman, legal advisor Palang Merah Internasional di Indonesia, konflik seperti di Irak bisa dimasukkan ke dalam konflik bersenjata non-internasional.
Berkaitan dengan status tentara swasta dan petugas keamanan perusahaan dalam hukum humaniter, bulan lalu para ahli dari 18 negara juga telah mengadakan pertemuan di Swiss. Para peserta pertemuan sepakat bahwa negara tempat tentara swasta berada dan perusahaan-perusahaan yang punya petugas keamanan sipil harus ikut bertanggung jawab menurut hukum humaniter internasional. Oleh karena itu, ânegara harus memperkuat kontrol terhadap tentara swasta dan perusahaan-perusahaan penyedia jasa pengamanan melalui regulasi dan syarat-syarat yang berimbang, dan melindungi penduduk sipil di daerah konflik bersenjata,â ujar Philip Spoerri, Direktur untuk Hukum Internasional pada International Committee of the Red Cross (ICRC).
Pertemuan itu juga membahas kewajiban negara yang mengontrak tentara swasta atau perusahaan penyedia jasa keamanan di kawasan konflik bersenjata. Demikian pula kewajiban negara dimana petugas keamanan dan tentara swasta itu menjalankan tugas.
Orang-orang atau organisasi yang bertugas menjalankan pertahanan sipil sebenarnya mendapatkan perlindungan berdasarkan Protokol I dan II Konvensi Jenewa. Dalam Protokol ini, yang dimaksud petugas hansip adalah orang-orang yang membantu warga sipil dari bahaya akibat langsung permusuhan atau bencana kehancuran.
Berdasarkan hukum humaniter, mereka yang bertugas sebagai hansip, gedung dan materi yang dipakai untuk tugas-tugas mereka tidak boleh menjadi sasaran penghancuran saat konflik bersenjata. Tetapi, jika para petugas hansip tersebut ikut merugikan salah satu pihak yang berkonflik, maka perlindungan terhadap mereka bisa berakhir.(Mys)
Sumber www.hukumonline.com (12/05/08)
Foto http://www.icann.org