Jakarta - Merasa keleluasaan beragamanya akan dipotong oleh pemerintah lewat Surat Keputusan Bersama (SKB) soal ajaran yang melenceng dari Islam, Ahmadiyah mengadu ke Mahkamah Konstitusi (MK). Pertemuan berlangsung secara terbuka.
Dalam acara itu hadir kuasa hukum Ahmadiyah, Todung Mulya Lubis, Ketua MK Jimly Asshidiqie, Hakim Konstitusi Mahfud MD, Sekjen Komnas HAM Amara Nababan, Direktur LBH Asfinawati, dan 11 kyai.
Pertemuan berlangsung dari pukul 15.00 WIB hingga 17.00 WIB di Gedung MK, Jl. Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Kamis (8/5/2008).
Dalam pertemuan itu, Jimly mengatakan pihaknya masih menunggu keputusan pemerintah soal nasib ahmadiyah.
"Kalau kita terlihat jarang bicara, sekali kita bicara itu akan mengikat. Maka kita hemat bicara. Kita tunggu dululah keputusannya," ujar Jimly.
Menurut Jimly, kalau ada peraturan yang dibuat oleh pemerintah masih dapat dilawan dengan dibawa ke MK.
"Tidak ada satu bentuk perundang-undangan dari mulai yang paling rendah sampai yang paling tinggi yang tidak bisa dilawan jika dianggap merugikan masyarakat. jadi tidak usahlah seolah-olah sudah gelap persoalan ini hingga harus dibawa sampai ke PBB. Ini masih dapat diselesaikan dan salah satu peluangnya lewat MK," beber pria berkacamata ini.
Salah satu Kyai Maman Imanul Haq dari Pondok pesantren Al Mizan menyatakan MUI jangan lagi mengeluarkan fatwa yang tidak mendengar suara rakyat.
"Tidak usah keluarkan fatwa lagi, kyai tidak setuju dengan posisi MUI yang diberi wewenang besar dan dibiayai oleh negara. Selain fatwa MUI pemerintah juga harus mendengar suara dari masyarakat," kata Maman.
Maman menuturkan, lebih baik MUI mengeluarkan fatwa yang produktif terhadap masyarakat.
"Misalnya fatwa tentang koruptor dan lumpur Lapindo daripada mengeluarkan fatwa tentang ini (Ahmadiyah)," kata dia. (nik/gah)
Sumber www.detik.com (08/05/08)
Foto Dok Humas MK