Maruarar Siahaan menilai rujukan pemohon yang berbentuk badan hukum ke pasal HAM dalam UUD 1945 tak relevan. Pasal itu berbicara, "setiap orang", bukan "setiap badan hukum". Pemohon menolak argumen itu.
Perkara pengujian UU No. 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD dan DPRD (UU Pemilu Legislatif) baru memasuki tahap pemeriksaan pendahuluan. Namun, alotnya persidangan sudah mulai terlihat. Hakim Panel Konstitusi mempertanyakan rujukan pemohon yang banyak mengacu pada pasal-pasal tentang hak asasi manusia (HAM) dalam UUD 1945 sebagai cantelan hak konstitusionalnya yang dilanggar.
Ketujuh parpol yang menjadi pemohon kebetulan semuanya memang berbentuk badan hukum. Dalam permohonannnya, Pengacara pemohon Patra M. Zen merujuk Pasal 28D ayat (1) mengenai kepastian dan perlakuan yang sama di hadapan hukum dan Pasal 28I ayat (2) mengenai perlindungan terhadap perlakuan diskriminatif. Uniknya, kedua pasal itu mengacu pada perorangan, bukan badan hukum.
Hal inilah yang dikritisi oleh Hakim Konstitusi Maruarar Siahaan. âApa boleh badan hukum menggunakan pasal-pasal HAM untuk menguji?â tanyanya. âApakah badan hukum itu "setiap orang"?â cecarnya lagi. Menurutnya, rumusan pasal-pasal HAM dalam UUD 1945 hanya bisa digunakan oleh perorangan, bukan untuk badan hukum seperti parpol. Pasal-pasal HAM yang dimaksud oleh Maruarar adalah pasal 28A sampai 28J UUD 1945.
Pendapat Maruarar ini sebenarnya bukan hal yang baru. Pada sidang pemeriksaan pendahuluan uji materi UU Kepailitan yang diajukan oleh organisasi buruh, Hakim Konstitusi I Dewa Gede Palguna juga pernah mengutarakan hal serupa. Kala itu, Palguna mempertanyakan legal standing pemohon apakah sebagai perorangan atau badan hukum. âImplikasinya bisa berbeda,â tegasnya. âKalau badan hukum, bila mengkaitkan hak konstitusional tentang kebebasan beragama kan nggak nyambung,â contohnya.
Saat itu, organisasi buruh yang menjadi pemohon memang tak mendebat pendapat hakim konstitusi itu. Kuasa hukum pemohon, Patra M. Zen juga melakukan hal yang sama pada sidang Kamis ini (8/5). Namun, usai persidangan, Patra mengungkapkan pendapatnya mengenai hal itu kepada wartawan.
Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) ini menolak argumen yang dibangun oleh Maruarar. Patra beralasan yang membentuk badan hukum itu adalah orang. âMakanya, hak badan hukum itu merupakan representasi dari hak setiap orang untuk membentuk parpol dan mempunyai persamaan di hadapan pemerintahan atau hukum,â tegasnya menjelaskan posisi kliennya. âKecuali yang membentuk badan hukum itu bukan orang,â tambahnya.
Lagipula, lanjut Patra, MK pernah memperbolehkan sebuah badan hukum mengacu pada pasal HAM dalam UUD 1945. âItu sudah ada preseden dalam putusan sebelumnya,â tuturnya tanpa mengungkapkan putusan yang dimaksud. Ia pun bisa memahami bila memang ada hakim yang masih mempertanyakan hal itu.
Sekedar mengingatkan, pemohon mempersoalkan keberadaan Pasal 316 huruf d UU Pemilu Legislatif yang perumusan dan penetapannya dinilai sewenang-wenang dan tidak memberikan kepastian hukum yang adil bagi para pemohon. Dengan adanya ketentuan itu, partai peserta Pemilu 2004 yang tidak memenuhi electoral threshold namun memiliki kursi di DPR tidak mempunyai kewajiban mengikuti verifikasi oleh KPU dan otomatis dapat mengikuti Pemilu 2009, sementara partai lain yang tidak memiliki kursi di DPR seperti pemohon harus mengikuti verifikasi kembali.
Minta prioritas
Selain itu, Patra juga meminta agar permohonan ini diberikan prioritas oleh MK. Hal ini dilakukan karena verifikasi parpol oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) sedang berjalan. Namun, ia menegaskan permintaan prioritas ini bukan karena ingin diperlakukan berbeda.
Sedangkan Hakim Konstitusi Mukhtie Fadjar mengatakan pada dasarnya tidak ada skala prioritas di MK. Hanya saja, ia mengkritik permintaan prioritas tak didukung oleh upaya pemohon. Ia mencontohkan permohonan uji materi UU yang sama yang diajukan oleh Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Kuasa hukum DPD Todung Mulya Lubis sempat meminta prioritas. Tetapi saat pemeriksaan permohonan dipercepat, justru pemohon belum bisa menghadirkan ahli. Sehingga agenda mendengarkan keterangan ahli harus ditunda.
Bicara mengenai ahli, Patra mengaku sudah mempersiapkan beberapa ahli dari latar belakang. âAhli yang akan diajukan, salah satunya, adalah Abdul Hakim Garuda Nusantara,â ujarnya. Mantan Ketua Komnas HAM ini sudah pasti akan berbicara mengenai ketentuan HAM dalam UUD 1945 yang jadi rujukan pemohon. Untuk ahli dari hukum tata negara, Patra mengaku sedang menghubungi Dosen FHUI Satya Arinanto. âTapi akan kita konfirmasi lagi,â pungkasnya.(Ali)
Sumber www.hukumonline.com (08/05/08)
Foto Dok Humas MK