JAKARTA (Suara Karya): Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers akan mengajukan uji materiil atau judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK) sejumlah peraturan perundang-undangan yang dinilai mengekang kebebasan menyatakan pendapat.
Direktur Eksekutif LBH Pers, Hendrayana, di Jakarta, Rabu, mengemukakan, Indonesia sebagai negara yang berkedaulatan rakyat dan berdasarkan atas hukum mengakui kemerdekaan menyatakan pikiran dan pendapat, kebebasan berekspresi dan kemerdekaan pers merupakan hak-hak dasar yang harus dapat dinikmati oleh seluruh masyarakat.
"Uji materiil ini juga dimaksudkan agar masyarakat Indonesia khususnya pers/wartawan tidak dengan mudah dipidana," ujar Hendryana seusai mendaftarkan permohonannya di MK, Jakarta, Rabu.
Namun jaminan kemerdekaan yang dinyatakan dalam Pasal 28 e ayat (2) dan Pasal 28 e ayat (3) Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, terbelenggu oleh Pasal 207, Pasal 310, Pasal 311 dan pasal 316 KUHP, tentang fitnah, penghinaan dan pencemaran nama baik dengan lisan maupun tulisan.
"Banyak kasus yang menjerat warga negara Indonesia khususnya wartawan saat menyatakan pendapatnya secara lisan dan tulisan dengan pasal-pasal tersebut," tuturnya.
Oleh karena itu, untuk menjamin kemerdekaan menyatakan pendapat dan pikiran, kebebasan berekspresi dan kemerdekaan pers di Indonesia, LBH Pers bertindak atas nama Risang Bima Wijaya dan Bersihar Lubis memilih mengajukan permohonan uji materiil ke Mahkamah Konstitusi.
"Hal tersebut dimaksudkan agar pers tidak dengan mudah dipidana karena melakukan hak dan kewenangan konstitusional yang telah dijamin dalam UUD 1945 berikut perubahan-perubahannya," kata Hendrayana menambahkan.
Hendrayana menilai ketentuan yang menjerat Bersihar dengan satu bulan penjara dan masa percobaan tiga bulan (Pasal 207 KUHP) tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman. (Wilmar P)
Sumber www.suarakarya-online.com (08/05/08)
Foto www.google.co.id