Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang Pengujian UU Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU Pemilu), Kamis (8/05), di ruang sidang Panel Gedung MK. Sidang mengagendakan Pemeriksaan Pendahuluan.
Perkara No. 12/PUU-VI/2008 ini dimohonkan oleh partai-partai peserta Pemilu 2004 yang tidak mendapatkan kursi di DPR RI. Antara lain, Partai Persatuan Daerah (PPD), Partai Perhimpunan Indonesia Baru (PPIB), Partai Nasional Banteng Kemerdekaan (PNBK), Partai Patriot Pancasila, Partai Buruh Sosial Demokrat, Partai Sarikat Indonesia, dan Partai Merdeka dengan Kuasa Pemohon A.Patra M. Zen, S.H., LL.M., dkk. Para Pemohon merupakan partai politik yang tidak memenuhi electoral threshold 3% jumlah kursi di DPR pada pemilu 2004 dan tidak memiliki kursi di DPR sehingga harus membentuk parpol baru atau bergabung dengan parpol lain untuk dapat mengikuti pemilu 2009.
Di dalam permohonannya, para Pemohon menerangkan bahwa keberadaan Pasal 316 huruf d UU a quo dirumuskan dan ditetapkan secara sewenang-wenang dan tidak memberikan kepastian hukum yang adil bagi para Pemohon. Dengan adanya ketentuan tersebut, partai peserta Pemilu 2004 yang tidak memenuhi electoral threshold namun memiliki kursi di DPR tidak mempunyai kewajiban mengikuti verifikasi oleh Komisi Pemilihan Umum dan otomatis dapat mengikuti Pemilu 2009, sementara partai lain yang tidak memiliki kursi di DPR seperti Pemohon tidak demikian.
Pasal 316
Partai Politik Peserta Pemilu 2004 yang tidak memenuhi ketentuan Pasal 315 dapat mengikuti Pemilu 2009 dengan ketentuan:
a. .....
b. .....
c. .....
d. memiliki kursi di DPR RI hasil Pemilu 2004; atau
Untuk itu, para Pemohon, sebagaimana diucapkan oleh Patra M. Zen, meminta MK menyatakan bahwa Pasal 316 huruf d UU Pemilu bertentangan dengan Pasal 1 Ayat (3), Pasal 28D Ayat (1), Pasal 28I Ayat (2) UUD 1945 serta menyatakan pasal tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat dengan segala akibat hukumnya.
Terhadap permohonan ini, Ketua Panel Hakim, Prof. Abdul Mukthie Fadjar, menanyakan apakah yang diinginkan para Pemohon adalah tiji tibeh (mati siji mati kabeh â mati satu mati semua), maksudnya, supaya semua partai-partai kecil baik yang punya kursi di DPR ataupun tidak, tidak bisa mengikuti Pemilu 2009, atau sebaliknya, meminta perlakuan yang sama, yaitu dapat mengikuti pemilu 2009 sebagaimana partai-partai kecil yang punya kursi di parlemen.
Menjawab pertanyaan tersebut, salah satu Pemohon Prinsipal, menjelaskan bahwa para Pemohon menginginkan adanya perlakuan yang sama, yaitu dapat mengikuti pemilu 2009. Namun, jika mendasarkan pada petitum permohonan, maka, jika mengabulkan, MK hanya berwenang menghapus ketentuan yang dimohonkan. Artinya, semua partai politik dengan perolehan kursi di bawah 3 persen, justru harus mengikuti verifikasi di Komisi Pemilihan Umum (KPU). âMK tidak berwenang membentuk norma baru. Untuk itu, para Pemohon harus lebih berhati-hati lagi dalam menyusun petitum Permohonan,â jelas Hakim Anggota Panel, I Dewa Gede Palguna.
Mengkritisi permohonan, Hakim Anggota Panel, Maruarar Siahaan, meminta para Pemohon untuk juga menjelaskan penggunaan pasal-pasal HAM sebagai alasan pengujian undang-undang. âApa boleh Badan Hukum menggunakan pasal-pasal HAM untuk menguji? Apakah Badan Hukum itu âsetiap orangâ? Apakah setiap perbedaan itu diskriminatif?â Tanya Maruarar.
Terhadap masukan-masukan yang diberikan para Hakim Konstitusi, para Pemohon menyatakan akan melakukan konsolidasi lagi untuk menyusun perbaikan permohonan. âKami beri waktu maksimal 14 hari bagi para Pemohon memperbaiki permohonannya,â ucap Abdul Mukthie sebelum mengetuk palu tanda akhir persidangan. (Wiwik Budi Wasito)