INILAH.COM, Jakarta - DPR telah mengesahkan UU Keterbukaan Informasi Publik (KIP) dan akan segera diundangkan oleh pemerintah. Namun sayangnya, UU KIP dinilai belum menjamin keterbukaan memperoleh informasi di Indonesia.
Penilaian tersebut dikemukakan Koordinator Lobi Koalisi untuk Kebebasan Informasi, Agus Sudibyo, dalam diskusi "Kemerdekaan Pers, Akses Terhadap Informasi dan Pemberdayaan Masyarakat" yang diselenggarakan Dewan Pers bekerjasama dengan UNDP di Jakarta, Rabu (7/5).
Agus menjelaskan, belum adanya jaminan tersebut disebabkan adanya rencana pengesahan rancangan Undang-Undang Kerahasiaan Negara (KN). Padahal UU KIP sangat relevan bagi kebebasan pers dan mengembangkan jurnalisme investigatif.
"Dalam UU KIP ada klasifikasi informasi yang wajib ditaati oleh badan publik yakni, informasi yang wajib diumumkan berkala, diumumkan serta merta, tersedia setiap saat, dan dapat dikecualikan," ungkapnya.
Dia menambahkan, UU KIP secara teoritis memberikan kepastian hukum tentang informasi yang wajib dibuka kepada publik atau pers dan yang bisa dirahasiakan, mekanisme akses informasi publik yang efisien, dan penyelesaian sengketa akses informasi publik yang memenuhi rasa keadilan.
"Namun, materi di dalam RUU Kerahasiaan Negara memberikan kewenangan yang luas, bukan hanya pada institusi negara, juga kepada seluruh badan publik untuk melakukan klaim rahasia negara atas informasi atau dokumen yang dikelola," cetusnya.
Agus mengatakan, tidak ada mekanisme yang dapat dipertanggungjawabkan untuk menyeimbangkan kepentingan untuk merahasiakan informasi dengan kepentingan publik.
"Saya mendengar informasi bahwa RUU KN akan segera diselesaikan, paling tidak awal 2009 atau akhir 2008. Ini berarti pengesahan UU KIP belum menjamin hak publik untuk tahu akan segera terwujud dalam praktek pemerintahan, belum pula jaminan kewajiban untuk membuka diri terhadap akses publik," katanya.
Selain itu, dalam RUU KN menyebutkan ruang lingkup instansi yang mempunyai wewenang melakukan klaim rahasia negara terlalu luas. "Betapa bermasalah, jika yang melakukan klaim rahasia negara bukan hanya institusi kepresidenan, pejabat tinggi negara, namun juga Lurah," ujar Agus.
Selain dapat membuka klaim rahasia negara secara sepihak, UU KN justru menimbulkan kerancuan hukum ketika disandingkan dengan UU KIP yakni tentang ruang lingkup rahasia negara. "Ruang lingkup rahasia negara sebenarnya sudah tertuang dalam KIP dengan jelas dan komprehensif," katanya.
Agus menegaskan, sebaiknya tidak perlu ada UU KN. Aturan tentang kerahasiaan negara telah diatur dalam UU KIP. "Saya tetap berpikir kerahasiaan negara perlu diatur, tetapi tidak dalam bentuk UU KN," tandasnya.[L6]
Sumber www.inilah.com
Foto www.google.co.id