INILAH.COM, Jakarta â Pro- kontra soal rencana penerbitan SKB 3 Menteri terkait Jamaah Ahmadiyah Indonesia (JAI) mengencang. Ada yang mendukung, ada yang menentang. Situasi tambah pelik karena ketiga pejabat berkompeten tidak tegas.
Di satu sisi, Bakorpakem Kejaksaan Agung dan kalangan tokoh Islam meyakini SKB tentang pelarangan seluruh aktivitas Ahmadiyah di Tanah Air layak diterbitkan karena dianggap sesat dan menodai ajaran agama Islam.
Di sisi lain, sederet pihak lain di Tanah Air menentang penerbitan SKB itu karena dianggap mengekang dan mengebiri kebebasan beragama bagi warga negara yang sudah diatur dalam konstitusi, yaitu Pasal 28 dan Pasal 29 UUD 45.
Penerbitan SKB semula dijadwalkan Senin (5/5) di Departemen Dalam Negeri, tapi batal begitu saja. Padahal, jadwal itu dicetuskan sendiri oleh Jaksa Agung Hendarman Supandji sebagai salah dari tiga pejabat akan akan meneken SKB.
Sepanjang Senin itu, INILAH.COM terus berusaha menghubungi Menteri Agama Maftuh Basyuni, yang juga akan meneken SKB, melalui ponselnya. Tapi, ponselnya tidak aktif. Hendarman juga tidak bisa dihubungi. Ajudan yang memegang ponselnya selalu bersikap tidak kooperatif setiap kali dikontak.
Itu fakta bahwa di era reformasi seperti ini terbukti masih ada pejabat atau setingkat ajudan bersikap tidak bersahabat kepada pers. Padahal, pejabat tinggi lainnya sangat kooperatif dan terbuka kepada pers.
Wapres M Jusuf Kalla saja memegang sendiri ponselnya dan akan cepat memberikan jawaban jika ada hal-hal penting yang ditanyakan atau dikeluhkan siapapun melalui ponselnya. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pun menyiapkan nomor khusus untuk melayani komunikasi dengan publik.
Begitu juga para Menteri di Kabinet Indonesia Bersatu, pejabat tinggi negara dari lembaga lain, anggota DPR, dan tokoh nasional lainnya. Semua sangat kooperatif dan tidak sulit dihubungi.
Ketiga pejabat yang akan meneken SKB terkesan sibuk sendiri dengan agenda kunjungan kerja yang mengandung unsur pelesiran karena hanya membuang uang negara untuk urusan mubasir.
Ketiga pejabat tinggi itu semestinya tidak bisa seenaknya membiarkan tim kecil mumet memikiran SKB. Aneh juga urusan bangsa yang begitu penting dan kontroversial hanya ditangani tim kecil. Sementara Menteri Dalam Negeri, Menteri Agama, dan Jaksa Agung sibuk dengan urusan masing-masing.
Yang paling mengherankan tentu saja Jaksa Agung. Ia seperti terus berkelit. Padahal, rekomendasi tentang perlunya SKB soal JAI datang dari Bakorpakem Kejaksaan Agung.
Rakyat Indonesia sepantasnya prihatin atas tingkah laku para pejabat tinggi yang tidak peka dengan persoalan-persoalan bangsa yang sangat kritis.
Selasa (6/5), Hendarman kembali mengeluarkan jurus ampuhnya. Dengan penuh percaya diri, ia menyatakan SKB akan diumumkan pekan ini. Padahal, pekan lalu pun begitu dan tidak terbukti.
Presiden SBY seakan dipojokkan oleh pembantu-pembantunya. Ada yang sibuk ke luar negeri berlama-lama. Ada yang mudik ke kampung halaman meski jadwal Lebaran masih jauh.
Di tengah ketidakjelasan itu, kontroversi seputar SKB terus merebak. Bahkan, sudah seperti bola panas yang terlempar ke sana ke mari. SKB soal JAI juga bak buah simalakama bagi pemerintah. Pemerintah didesak untuk serius menyikapi masalah ini. Tapi, di sisi lain, ketiga pejabat yang harus teken malah âlari-lariâ sendiri.
Dalam situasi seperti itu, rakyat Indonesia seakan disetarakan dengan benda mati seperti robot atau seperti anak balita yang dianggap belum waktunya mengetahui urusan penting dalam kehidupan berbangsa. Cape deh! [I3]
Sumber www.inilah.com
Foto www.google.co.id