JAKARTA (SINDO) â Majelis hakim Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan uji materi Undang-Undang (UU) No 32/2004 tentang Pemerintah Daerah (Pemda) terutama terkait masa jabatan kepala daerah.
Dalam putusan sidang, majelis hakim konstitusi menyatakan, pembatasan masa jabatan kepala daerah tidak bertentangan dengan konstitusi. Karena itu, MK menolak uji materi Pasal 58 huruf o UU tersebut.Sebelumnya,uji materi terkait persoalan ini diajukan oleh Bupati Mamasa, Sulawesi Barat, Said Saggaf.
âMahkamah berkesimpulan bahwa Pasal 58 huruf o UU Pemda tidak bertentangan dengan Pasal 27 ayat (1),Pasal 28 D ayat (3), dan Pasal 28 I ayat (2) UUD 1945,âtegas Ketua Majelis Hakim Konstitusi Jimly Asshiddiqie di Gedung MK,Jakarta,kemarin.
Terhadap dalil pemohon yang menyatakan bahwa Pasal 58 UU Pemda yang mengatur persyaratan menjadi kepala daerah dan wakil kepala daerah adalah hak konstitusional pemohon sebagai Bupati Mamasa periode 2008â2013, majelis konstitusi berpendapat pasal tersebut untuk mengatur syarat menduduki suatu jabatan kepala daerah dan wakil kepala daerah.
âAdapun Pasal 27 ayat (1), Pasal 28 D ayat (3), dan Pasal 28 I ayat (2) UUD 1945 mengatur ketentuan yang mengenai persamaan kedudukan warga negara di dalam hukum dan pemerintahan,â papar Ketua MK ini.Karena itu, setiap warga negara yang memenuhi syarat sebagaimana dalam Pasal 58 UU Pemda, harus diperlakukan.
Sebelumnya, Said Saggaf menganggap UU Pemda yang memuat ketentuan syarat calon kepala daerah dan wakil kepala daerah belum pernah menjabat selama dua kali dalam jabatan telah menimbulkan tafsir ganda dan tidak menjamin kepastian hukum bagi yang hendak mencalonkan diri lagi sebagai bupati. Kuasa hukum Said Saggaf, Jamaludin Rustam,mengatakan seharusnya UU Pemda hanya bisa diberlakukan setelah 2004 atau tidak berlaku surut.
âTapi, yang ini kan tidak. Karena dengan Pasal 58 huruf o, yang menjabat sebelum 2004 atau sebelum diberlakukannya UU tersebut ikut kena,âkatanya. Selain menolak uji materi UU Pemda,majelis hakim juga menolak uji materi UU 37/ 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU).Majelis menilai para pemohon tidak sungguh-sungguh membuktikan kerugian hak-hak konstitusional yang diakibatkan oleh berlakunya UU yang dimohonkan.
âMenyatakan permohonan para Pemohon tidak dapat diterima (niet ontvankelijk verklaard),â ucap Jimly. Anggota majelis hakim konstitusi, Abdul Mukthie Fadjar menyatakan para pemohon tidak mampu membuktikan hak-hak konstitusional mereka dirugikan. (rahmat sahid)
Sumber www.seputar-indonesia.com (06/05/08)
Foto http://members.aol.com/torajafoto/mamasa25.jpg