MK menyarankan pemohon menggunakan jalur PTUN jika ingin mempermasalahkan keputusan KPU dan Mendagri.
Impian Said Saggaf untuk menjabat kembali sebagai bupati harus dikubur dalam-dalam. Langkah hukumnya ke Mahkamah Konstitusi (MK) untuk membatalkan ketentuan yang menghambatnya berkiprah menjadi bupati untuk ketiga kali kandas. MK menolak permohonan mantan Bupati Bantaeng, Sulawesi Selatan, periode tahun 1993-1998 ini. âMenyatakan permohonan pemohon ditolak,â tegas Ketua MK Jimly Asshiddiqie, Selasa (6/5).
Pasal yang digugat pemohon adalah Pasal 58 huruf o UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (UU Pemda). Lengkapnya, pasal itu berbunyi "Calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah adalah warga negara Republik Indonesia yang memenuhi syarat: belum pernah menjabat sebagai Kepala Daerah atau Wakil Kepala Daerah selama dua kali masa jabatan dalam jabatan yang sama".
Mahkamah menilai ketentuan tersebut tidak menabrak konstitusi. Pembatasan ini dinilai mengacu kepada Pasal 28J ayat (2) UUD 1945. Selain itu, pembatasan tersebut dinilai sebagai pilihan kebijakan pembentuk undang-undang.
âPembatasan dimaksud terbuka bagi pembentuk undang-undang sebagai pilihan kebijakan, maka hal demikian tak bertentangan dengan UUD 1945. Sebaliknya, jika pembatasan demikian dianggap bertentangan dengan UUD 1945, sehingga dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, maka tidak akan ada lagi pembatasan,â ucap Hakim Konstitusi HAS Natabaya.
Padahal, lanjut Natabaya, pembatasan demikian justru diperlukan dalam rangka mewujudkan penyelenggaraan prinsip demokrasi dan pembatasan kekuasaan yang justru menjadi spirit UUD 1945. Apalagi pembatasan serupa juga dialami oleh Presiden dan Wakil Presiden berdasarkan ketentuan Pasal 7 UUD 1945.
Pada sidang sebelumnya, sempat menjadi polemik bilamana seorang kepala daerah ingin mencalonkan diri, seperti halnya Said Saggaf. Said adalah mantan bupati di daerah yang berbeda. Pertama, ia menjabat sebagai Bupati Bantaeng periode 1993-1998, lalu pada periode 2003-2008 ia menjabat sebagai Bupati Mamasa, Sulawesi Barat.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) berpendapat Said tak dapat lagi mencalonkan diri sebagai bupati. Penolakan KPU Pusat ini tertuang dalam surat tertanggal 25 November 2007. Argumentasi KPU adalah Pasal 58 huruf o UU Pemda. Sedangkan, Pengacara Said, Jamaluddin Rustam menilai kliennya masih berhak kembali menjadi bupati karena walaupun pernah menjabat bupati, tetapi di daerah yang berbeda. Uniknya, Jamaluddin mengacu pada Pasal yang sama.
Jamaludin alpa melihat Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Penjelasan Pasal 38 huruf o PP tersebut menyatakan "Bahwa yang bersangkutan belum pernah menjabat dua kali masa jabatan di daerah yang sama atau daerah lain dan perhitungan dua kali masa jabatan dihitung sejak saat pelantikan." Argumentasi Jamaluddin jelas patah bila melihat ketentuan ini.
Selesaikan di PTUN
Selain itu, Natabaya mengatakan bila pemohon merasa tetap dirugikan dengan terbitnya surat KPU dan Menteri Dalam Negeri yang menolak pencalonan kembali sebagai Bupati Mamasa periode 2008-2013, maka forum penyelesaian yang tepat adalah ke Mahkamah Agung (MA).
âJikapun pemohon merasa menderita kerugian akibat adanya surat KPU dan Surat Mendagari sebagaimana didalilkan dalam permohonan a quo, maka forum penyelesaiannya bukan di MK, melainkan di peradilan dalam lingkungan MA,â jelas Natabaya.
Yang dimaksud Natabaya adalah penyelesaian melalui Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Namun, pemohon sepertinya enggan menempuh jalur ini. Sepertinya, pemohon juga telah pasrah dengan putusan ini. âSaran MK itu (agar menyelesaikan ke MA,-red) tak akan kita gunakan,â pungkas Jamaluddin. (Ali)
Sumber www.hukumonline.com (07/05/08)
Foto http://www.bapppeda-bantaeng.go.id