TEMPO Interaktif, Jakarta: Mahkamah Konstitusi tidak dapat menerima permohonan uji materi Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang. Pemohon tak dapat menghadirkan saksi ahli meski telah diberi toleransi waktu.
"Mahkamah berkesimpulan bahwa para pemohon tidak memenuhi ketentuan pasal 51 ayat (1) Undang-undang MK sehingga permohonan dinyatakan tidak dapat diterima," kata Ketua MK Jimly Asshiddiqie di Gedung Mahkamah Konstitusi, Selasa (6/5).
Dalam uraiannya, Hakim Mukthie Fadjar menyatakan mahkamah telah memberikan kesempatan pada pemohon untuk melengkapi alat bukti dengan mengajukan saksi ahli. Namun pemohon tidak mampu menghadirkan saksi ahli. Mahkamah, lanjutnya, bahkan telah memberikan toleransi dengan memberikan kesempatan pada pemohon untuk mengajukan keterangan tertulis dari ahli.
"Namun hal itu juga tidak dilakukannya sesuai dengan tenggat dua minggu yang diminta oleh Mahkamah," kata Mukthie.
Dia menambahkan pemohon hanya mengirimkan tambahan bukti tertulis berupa kliping wawancara dengan ahli di media. Itupun diterima kepaniteraan mahkamah pada 17 April lalu, melebihi batas waktu yang diberikan.
"Mahkamah menilai para pemohon tidak bersungguh-sungguh membuktikan kerugian hak-hak konstitusionalnya," kata dia.
Pada Februari lalu Ketua Umum Federasi Ikatan Serikat Buruh Indonesia M.Komarudin dan Sekretaris Umum Federasi Ikatan Serikat Buruh Indonesia, Muhammad Hafidz mengajukan permohonan uji materi Undang-undang Kepailitan. Mereka merasa dirugikan dengan berlakunya Undang-undang tersebut namun pembuktiannya tak dapat dipenuhi.(Desy Pakpahan)
Sumber www.tempointeraktif.com (06/05/08)
Foto Dok Humas MK