JAKARTA, HUMAS MKRI - Dalam rangka peningkatan pemahaman tentang Pancasila, Konstitusi, Mahkamah Konstitusi dan, hak konstitusional warga negara, Mahkamah Konstitusi MK menggelar Webinar Konstitusi bertajuk “Konstitusi sebagai Penjaga dan Penyelaras Pancasila” secara daring pada Jumat (26/7/2024). Pada webinar yang diselenggarakan atas kerja sama Mahkamah Konstitusi dengan Fakultas Hukum Universitas Borneo Tarakan (FH UBT) ini, Taufik Basari selaku praktisi hukum sekaligus Anggota Komisi III DPR RI dan Wakil Ketua Badan Sosialisasi MPR RI, hadir menyapa para mahasiswa untuk mendiskusikan pentingnya pemahaman terhadap konstitusi dan Pancasila sebagai pedoman hidup berbangsa dan bernegara di Indonesia.
Awalnya Taufik menjelaskan sejarah panjang perumusan konstitusi dan Pancasila yang termuat pada Pembukaan UUD 1945. Menurutnya hukum dasar yang dirumuskan pada masa-masa perjuangan bangsa Indonesia ini, memiliki kekuatan yang mampu menjadi landasan dan pedoman hidup bagi keberagaman latar belakang masyarakat di Indonesia. Dalam rumah besar bernama Indonesia ini, setiap penghuninya harus memiliki kesadaran akan pentingnya fondasi kuat berupa Pancasila serta tiang-tiang untuk menopangnya berupa UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika agar tak mudah goyah dan roboh.
“Dalam perjalanan panjang konstitusi dan Pancasila ini, sebagai warga negara Indonesia dan pilihan sadar kita serta kesepakatan diri untuk memilihnya, keberadaan konstitusi yang di dalamnya terdapat Pancasila merupakan suatu kontrak sosial bangsa Indonesia yang harus dipatuhi, ditaati, dan dijalankan dalam sebuah sistem pemerintahan yang bertugas guna membuat hukum, menjalani hukum yang disepakati, dan menghukum orang-orang yang melanggar hukum. Mandat yang diberikan kepada orang-orang tertentu (pemerintah) ini harus didasarkan pada kontrak sosial (konstitusi) sehingga terciptalah kehidupan yang selaras dan seimbang serta dinamis,” terang Taufik dalam kegiatan yang turut dihadiri oleh Nur Asikin selaku Wakil Dekan FH UBT sekaligus Ketua Pengurus Daerah APHTN HAN Kalimantan Utara.
Pada penghujung paparan, Taufik mengajak para mahasiswa agar mampu memaknai Pancasila secara baik. Sebab pada setiap bunyi silanya memiliki makna yang teramat dalam dan penuh dengan nilai-nilai yang dapat diamalkan dalam menjalani harmonisasi keberagaman di negara ini.
Setelah menjabarkan korelasi konstitusi dan Pancasila, para mahasiswa diberikan kesempatan mengajukan pertanyaan dan tanggapan dari paparan yang diberikan pemateri. Salah satunya pertanyaan muncul dari mahasiswa atas nama Arnita mengenai norma-norma pada undang-undang yang masih belum sejalan dengan nilai-nilai Pancasila. Kemudian pertanyaan lainnya diajukan oleh mahasiswa Universitas Bengkulu atas nama Hadi Wira Hidayah yang menanyakan keberadaan konstitusi dengan masih terjadinya gerakan separatisme di Papua yang meresahkan persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia.
Menjawab pertanyaan-pertanyaan ini, Taufik menekankan bahwa pendiri bangsa yang merumuskan konstitusi telah menempatkan rumusan Pancasila sebagai panduan (bintang pemandu sesuai istilah Bung Karno) agar arah tujuan kehidupan berbangsa dan bernegara menjadi lebih jelas. Sementara soal munculnya gerakan separatisme, Taufik mengatakan bahwa segala sesuatunya harus dikembalikan pada “tujuan bernegara” dengan mengutamakan kepentingan rakyat. Singkatnya, sambung Taufik, setelah disepakati adanya kontrak sosial oleh warga negara Indonesia, kemudian terciptalah tugas utama negara untuk mewujudkan keadilan bagi seluruh elemen masyarakat.
“Dalam kasus ini maka negara harus hadir untuk mengatasi kejahatan yang terjadi dengan berbagai upaya, mulai dari penegakan hukum hingga pendekatan militer serta partisipasi kita bersama dalam menciptakan perdamaian. Sehingga Pancasila sebagai pedoman berbangsa dan bernegara, pemaknaannya benar-benar dapat terjalankan dengan sempurna. Oleh karenanya, sebagai mahasiswa janganlah jadi mahasiswa pragmatis, tetapi jadilah mahasiswa kritis guna memberikan yang terbaik bagi masa depan Indonesia,” jawab Taufik.
Penulis: Sri Pujianti.
Editor: Nur R.