JAKARTA, HUMAS MKRI - Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang (UU Pilkada) kembali diuji materiil ke Mahkamah Konstitusi (MK). Kali ini mahasiswa dan politisi muda bernama Terence Cameron menjadi pemohon uji materiil Perkara Nomor 61/PUU-XXII/2024. Pemohon mendalilkan Pasal 48 ayat (4), Pasal 49 ayat (8) dan ayat (9), dan Pasal 50 ayat (8) dan ayat (9) bertentangan dengan UUD 1945.
Dalam sidang perdana yang digelar pada Kamis (11/7/2024), Pemohon yang hadir tanpa kuasa hukum menyebutkan dalam kondisi pilkada yang hanya terdapat satu pasangan calon, maka pasangan calon perseorangan baru tidak akan bisa menyerahkan dokumen syarat dukungan dan pengikuti pendaftaran di masa perpanjangan. Sebab, Pasal 48 ayat (4) UU Pilkada mensyaratkan pasangan calon perseorangan menyerahkan dokumen tersebut untuk dilakukan verifikasi faktual paling lambat 28 hari sebelum waktu pendaftaran pasangan calon dimulai. Namun, pada norma tersebut tidak disebutkan ketentuan yang mengatur tentang proses verifikasi faktual dokumen syarat dukungan untuk calon perseorangan ketika dilakukannya penundaan karena terdapat satu pasangan calon.
Lebih jelas Pemohon mengatakan, dalam kondisi hanya terdapat satu pasangan calon, pada Pasal 49 ayat (8) dan Pasal 50 ayat (8) UU Pilkada mengamanatkan agar dilakukan penundaan tahapan pemilihan paling lama 10 hari. Menurut pandangan Pemohon, penggunaan frasa ‘paling lama’ tersebut tidak memberikan kepastian hukum. Sebab, penyelenggara pemilihan dapat saja melakukan penundaan hanya 1 hari. Akibatnya waktu ini tidak cukup bagi calon perseorangan baru untuk mengumpulkan syarat dukungan.
Sementara itu, pada Pasal 49 ayat (9) dan Pasal 50 ayat (9) mengamanatkan kepda KPU untuk kembali membuka pendataran selama paling lama 3 hari setelah dilakukan penundaan tahapan. Aturan ini, menurut Pemohon, juga tidak memberikan ruang waktu untuk dilakukan verifikasi administrasi dan faktual terhadap dokumen syarat dukungan bagi calon perseorangan baru tersebut.
Pada intinya, permohonan ini mengajukan pengujian terkait dengan ketentuan untuk mengizinkan pasangan calon perseorangan baru untuk dapat memberikan syarat dukungan dan melakukan pendaftaran ketika terjadi penundaan tahapan pemilihan dan perpanjangan pendaftaran calon yang disebabkan hanya terdapat calon tunggal. Sebab, KPU mengumumkan masa penyerahan persyaratan dukungan calon perseorangan hanya sampai 12 Mei 2024.
“Tidak adanya ketentuan penyerahan dokumen syarat dukungan dan dilakukan verifikasi faktual ketika terjadinya penundaan tahapan pemilihan, karena terdapat calon tunggal telah merugikan dan menghambat calon perseorangan baru untuk ikut mendaftar ketika terjadi penundaan tahapan pemilihan,” sebut Terence dalam sidang pendahuluan yang dipimpin oleh Hakim Konstitusi Arief Hidayat bersama dengan Hakim Konstitusi Arsul Sani dan Hakim Konstitusi Ridwan Mansyur dari Ruang Sidang Pleno MK.
Untuk itu, dalam petitumnya, Pemohon meminta agar Mahkamah mengabulkan permohonan Pemohon untuk seluruhnya. Selain itu, Pemohon juga meminta Mahkamah menyatakan ketentuan di dalam Pasal 48 ayat (4) UU Pilkada yang berbunyi “KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota dibantu oleh pasangan calon perseorangan atau tim yang diberikan kuasa oleh pasangan calon menyerahkan dokumen syarat dukungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada PPS untuk dilakukan verifikasi faktual paling lambat 28 (dua puluh delapan) Hari sebelum waktu pendaftaran pasangan calon dimulai” bertentangan dengan UUD 1945. Serta tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota dibantu oleh pasangan calon perseorangan atau tim yang diberikan kuasa oleh pasangan calon menyerahkan dokumen syarat dukungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada PPS untuk dilakukan verifikasi faktual paling lambat 28 (dua puluh delapan) Hari sebelum waktu pendaftaran pasangan calon dimulai, kecuali dalam hal terjadinya penundaan tahapan pelaksanaan pemililihan dan perpanjangan masa pendaftaran calon Gubernur dan Wakil Gubernur”.
Kedudukan Hukum
Terhadap permohonan ini, Hakim Konstitusi Ridwan mengingatkan agar Pemohon terkait pasal yang diujikan pernah diajukan ke MK, bahkan ada 4 atau 5 perkara sebelumnya. Pemohon diharapkan dapat menguraikan permohonan-permohonan tersebut sehingga terlihat perbedaan agar dapat memenuhi PMK 2/2021 dalam pengajuan PUU ini.
“Lalu Pemohon juga perlu menguraikan lebih jelas lagi tentang kedudukan hukum sebagai pemilih dan perseorangan yang maju dalam kontestasi pilkada,” jelas Ridwan.
Sementara Hakim Konstitusi Arsul dalam pencermatannya menyebutkan perbandingan dukungan yang harus dirasionalisasi oleh Pemohon dalam waktu 10 hari yang dimintakan tersebut.
“Kenapa tidak calon perorangan yang pernah mendaftar dan dinyatakan tidak memenuhi syarat dibuka kembali pendaftarannya, padahal ada realitas di lapangan tentang syarat dukungan minila. Terkait dengan Pemohon yang mengajukan calon bupati/walikota, kenapa ingin masuk saat keadaan calon tunggal? Kenapa tidak dari awal saja? Jadi harus digambarkan hak konstitusional perseorangan itu tidak dirugikan karena itu sempurnakan lagi,” jelas Arsul.
Kemudian Hakim Konstitusi Arief meminta Pemohon untuk kembali memperhatikan putusan Mahkamah terhadap calon perseorangan. Sebab, dalam putusna teraebut Mahkamah telah menjabarkan dengan baik agar dukungan disiapkan sejak wal jika ingin mengajukan diri sebagai calon kepala daerah. “Jika jalur partai politik terlalu sulit didekati, maka pilihan perseorangan dapat dipilih dengan benar-benar sejak awal melakukan persiapan,” terang Arief.
Di akhir persidangan, Panel Hakim memberikan waktu selama 14 hari kepada Pemohon untuk melakukan perbaikan permohonan. Selambatnya perbaikan permohonan diterima Kepaniteraan MK pada Rabu, 24 Juli 2024. (*)
Penulis: Sri Pujianti
Editor: Lulu Anjarsari P.
Humas: Raisa Ayuditha Marsaulina