JAKARTA, HUMAS MKRI – Mahkamah Konstitusi (MK) menolak untuk seluruhnya permohonan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Anggota DPRD Kabupaten/Kota Provinsi Kalimantan Selatan yang diajukan oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Sidang Putusan Nomor 191-01-03-22/PHPU.DPR-DPRD-XXII/2024 ini dibacakan pada Senin (10/6/2024) di Ruang Sidang Pleno MK.
Hakim Konstitusi M. Guntur Hamzah saat membacakan pertimbangan hukum MK mengatakan dalam persidangan pada 29 Mei 2024, berdasarkan keterangan para saksi KPU selaku Termohon di Kabupaten Kotabaru dan Kabupaten Tanah Bumbu menyatakan tidak terdapat keberatan dari Pemohon saat rekapitulasi di tingkat kabupaten.
“Ihwal tiadanya keberatan dari para saksi partai politik saat rekapitulasi di tingkat Kabupaten Kotabaru dan Kabupaten Tanah Bumbu dikuatkan oleh saksi Pihak Terkait, yaitu Wahyudi yang merupakan saksi mandat Partai Golkar di tingkat Kecamatan Pulau Laut Sigam dan Kabupaten Kotabaru, serta Azhar yang merupakan saksi mandat Partai NasDem di tingkat Kabupaten Tanah Bumbu,” ujar Guntur.
Sementara pada tingkat Kota Banjarmasin, sambungnya, saksi mandat Pemohon mengajukan keberatan atas peningkatan suara Pihak Terkait dan menolak hasil rekapitulasi. Meskipun demikian, menurut keterangan saksi Termohon, yaitu Subhani, keberatan saksi mandat Pemohonsaat rekapitulasi di tingkat Kota Banjarmasin, tidak dipermasalahkan lagi dalam proses rekapitulasi tingkat provinsi. Hal ini dikuatkan dengan adanya pembubuhan tanda tangan saksi mandat Pemohon pada berita acara rekapitulasi tingkat provinsi.
Selain itu, terhadap pertimbangan Putusan Bawaslu Rl a quo yang melakukan penghitungan mandiri berdasarkan data hasil pengawasan Bawaslu terhadap perolehan suara Pihak Terkait setelah penetapan perolehan suara hasil Pemilu secara nasional adalah tidak tepat dan melampaui kewenangan yang ditentukan dalam peraturan perundangundangan, sehingga harus dikesampingkan.
“Berdasarkan ketentuan di atas, dalam hal terdapat keberatan ferhadap selisih rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara dapat diterima maka PPK dan KPU Kabupaten Kota seketika melakukan pembetulan, dan apabila keberatan tidak dapat diselesaikan, maka dicatat sebagai kejadian khusus untuk ditindaklanjuti dalam pelaksanaan rekapitulasi di tingkat provinsi,”terang Guntur.
Menurut MK, Pemohon mempersoal perbedaan suara antara C.Hasil Salinan dan D.Hasil Kecamatan, D Hasil Kabko, D.Hasil Provinsi dan D.Hasil Nasional. Namun, keberatan terhadap hasil penghitungan perolehan suara tersebut seharusnya disampaikan sewaktu proses rekapitulasi secara berjenjang agar seketika dilakukan pembetulan dan apabila tidak diselesaikan,maka dicatat sebagai kejadian khusus untuk ditindaklanjuti dalam proses rekapitulasi pada jenjang lebih tinggi.
Terlebih lagi, pertimbangan Putusan Bawaslu RI a quo yang menyatakan terjadi penambahan suara Pihak Terkait sebanyak 15.654 suara di 206 TPS se-Kabupaten Tanah Bumbu, 386 TPS se-Kota Banjarmasin, dan 45 TPS se-Kabupaten Kotabaru adalah tidak bersesuaian dengan dalil Pemohon a quo yang mendalilkan penambahan suara Pihak Terkait sebesar 15.690 suara pada sejumlah TPS di Kota Banjarmasin, Kabupaten Tanah Bumbu, dan Kabupaten Kotabaru.
Baca juga:
PDIP Perebutkan Kursi Kelima di Dapil Kalimantan Selatan I
Bawaslu: KPU Terbukti Melanggar Prosedur Rekapitulasi Hasil untuk Provinsi Kalsel
Menyingkap Masalah Rekapitulasi Suara dalam Pileg Kalimantan Selatan
Kabupaten Tanah Laut
Berkenaan dengan 4 TPS di Kabupaten Tanah Laut yang turut dicantumkan Pemohon dalam tabel daftar TPS pada permohonan a quo, telah ternyata tidak didalilkan lebih lanjut dalam posita permohonan dan tidak pula dibuktikan lebih lanjut oleh Pemohon dalam persidangan Mahkamah padatanggal 29 Mei 2024. Selain itu, berdasarkan form Model D Hasil KabKo-DPR pada Kabupaten Tanah Laut, baik saksi mandat Pemohon maupun Pihak Terkait menandatangani berita acara hasil rekapitulasi perolehan suara. Sehingga, berdasarkan seluruh pertimbangan hukum di atas.Mahkamah berpendapat permohonan Pemohon sepanjang perolehan suara calonanggota DPR RI di Dapil Kalimantan Selatan II adalah tidak beralasan menurut hukum untuk seluruhnya.
“Dalam Eksepsi, menolak eksepsi Termohon berkenaan dengan kewenangan Mahkamah dan permohonan kabur. Menolak eksepsi Pihak Terkait berkenaan dengan kewenangan Mahkamah, tenggang waktu pengajuan permohonan, kedudukan hukumPemohon, dan permohonan kabur. Dalam Pokok Permohonan, menolak permohonan Pemohon untuk semuanya,” tandas Suhartoyo. (*)
Penulis: Utami Argawati
Editor: Lulu Anjarsari P.
Humas: Fauzan Febriyan