JAKARTA, HUMAS MKRI – Mahkamah Konstitusi (MK) memerintahkan KPU (Termohon) melakukan pencermatan dengan cara menyandingkan dokumen rekapitulasi perolehan suara partai politik dan calon anggota DPRD Kabupaten Maluku Tengah sepanjang Daerah Pemilihan (Dapil) 1. Putusan itu diucapkan dalam Perkara Nomor 258-02-16-31/PHPU.DPR-DPRD-XXII/2024 yang dimohonkan calon anggota DPRD Kabupaten Maluku Tengah Nomor Urut 1 Kapressy Jacob dari Partai Persatuan Indonesia (Perindo).
“Dalam pokok permohonan, mengabulkan permohonan Pemohon untuk sebagian. Menyatakan hasil perolehan suara partai politik dan calon anggota DPRD Kabupaten Maluku Tengah sepanjang Dapil Maluku Tengah 1 harus dilakukan pencermatan dengan cara menyandingkan dokumen rekapitulasi perolehan suara,” ujar Ketua MK Suhartoyo yang didampingi delapan hakim konstitusi lainnya dalam sidang pengucapan putusan di Ruang Sidang Pleno Gedung 1 MK, Jakarta Pusat pada Kamis (6/6/2024).
KPU Kabupaten Maluku Tengah melakukan pencermatan dengan cara menyandingkan dokumen rekapitulasi perolehan suara tingkat TPS berupa formulir model C. Hasil dengan hasil rekapitulasi di tingkat kecamatan berupa formulir model D. Hasil untuk perolehan suara Perindo dan suara masing-masing caleg DPRD Kabupaten Maluku Tengah dari Perindo pada TPS yang berada di Kecamatan Amahai yaitu, TPS 1, TPS 2, TPS 3, TPS 4, TPS 5, TPS 6, TPS 8, dan TPS 11 Desa Soahoku; TPS 1, TPS 2, TPS 4, TPS 7, TPS 8, dan TPS 10 Desa Amahai; TPS 1, TPS 2, TPS 5, dan TPS 7 Desa Yainuelo; serta TPS 7 Desa Haruru.
Mahkamah juga memerintahkan KPU Kabupaten Maluku Tengah menggabungkan hasil penetapan suara sebagaimana amar putusan di atas dengan hasil perolehan suara pengisian anggota DPRD Kabupaten Maluku Tengah Dapil 1 yang tidak dibatalkan Mahkamah serta menetapkan dan mengumumkannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan tanpa perlu melaporkan kepada Mahkamah.
KPU melaksanakan putusan dalam waktu paling lama 14 hari sejak putusan ini diucapkan. Mahkamah memerintahkan Bawaslu untuk mengawasi proses pelaksanaan putusan ini serta Kepolisian Negara Republik Indonesia atau jajarannya untuk melakukan pengamanan dalam rangka pelaksanaan amar putusan ini sesuai dengan kewenangannya.
Dalam pertimbangan hukum Mahkamah, Wakil Ketua MK Saldi Isra menjelaskan, KPU tidak mengajukan bukti surat berupa formulir model C. Hasil maupun D. Hasil sebagai bahan pembanding kesesuaian dalil-dalil akan adanya beda penghitungan suara yang sekaligus digunakan sebagai bantahan atas dalil-dalil Pemohon. Mahkamah menemukan fakta dalam sidang pemeriksaan laporan yang dilakukan Bawaslu Kabupaten Maluku Tengah, KPU pun tidak mengajukan bukti-bukti surat sebagaimana termaktub pada putusan Bawaslu. Mahkamah mempersandingkan dalil dan bukti perolehan suara Pihak Terkait antara yang diajukan Pemohon dan Bawaslu.
Mahkamah menemukan fakta angka perolehan suara sebagaimana bukti yang diajukan Pemohon dengan yang dimiliki Bawaslu adalah sama. Mahkamah juga menemukenali lokasi kejadian penambahan suara bagi Pihak Terkait sejumlah 19 TPS yang berada di Kecamatan Amahai tersebut adalah identik dengan yang didalilkan Pemohon pada laporannya ke Bawaslu sebagaimana telah diputus dengan putusan Bawaslu. Dengan demikian, keserupaan dalil yang diajukan Pemohon dengan fakta-fakta yang telah dinilai dalam putusan Bawaslu akan menjadi pertimbangan yang tidak bisa diabaikan Mahkamah.
Putusan Bawaslu mempertimbangkan adanya perbedaan perolehan suara Pihak Terkait dalam formulir model D. Hasil dan C. Hasil di 19 TPS yang didalilkan Pemohon. Perbedaan perolehan suara dalam kedua formulir tersebut berdampak pada penambahan suara untuk Pihak Terkait. Namun demikian, penambahan suara Pihak Terkait bukan merupakan mekanisme pembetulan yang masih dimungkinkan dalam proses rekapitulasi perolehan suara secara berjenjang
Setelah menelaah bukti yang diajukan para pihak, Mahkamah memperoleh keyakinan yang tak terbantahkan bahwasanya penambahan suara itu memang bukan merupakan mekanisme pembetulan. Dalam pertimbangan putusan Bawaslu, Mahkamah mencermati fakta yang ditemukan bahwa KPU tidak menyangkal adanya penambahan suara bagi Pohak Terkait.
Menurut Mahkamah, Bawaslu dalam putusannya secara tersirat sesungguhnya telah pula sampai pada kesimpulan bahwa terdapat pelanggaran administratif berupa penambahan suara bagi Pihak Terkait yang dilakukan penyelenggara pemilu. Akan tetapi, Bawaslu menahan diri untuk menetapkan perolehan suara yang benar dan menyerahkannya kepada Mahkamah karena perolehan hasil pemilu pada saat putusan Bawaslu diterbitkan telah ditetapkan secara nasional.
Berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, Mahkamah berpendirian, dalil Pemohon perihal adanya perbedaan perolehan suara berupa penambahan suara bagi Pihak Terkait di 19 TPS yang berada di Kecamatan Amahai adalah terbukti. Karena perubahan hasil penghitungan suara yang berdampak pada penambahan suara bagi Pihak Terkait pada proses rekapitulasi di tingkat Kecamatan dilakukan tidak sesuai dengan prosedur administratif mekanisme pembetulan maka perlu bagi Mahkamah untuk menetapkan perolehan suara yang benar, khususnya bagi Pihak Terkait.
Dengan demikian, Mahkamah memerintahkan penyelenggara pemilu melakukan pencermatan dengan mempersandingkan perolehan saura Pemohon, Pihak Terkait, dan Partai Perindo pada tingkat TPS (C. Hasil) dan hasil rekapitulasi tingkat kecamatan (D. Hasil) untuk 19 TPS yang didalilkan Pemohon. Mahkamah menegaskan, persandingan itu hanya dilakukan untuk perolehan suara Partai Perindo dan calon anggota DPRD Kabupaten Maluku Tengah yang ada dalam daftar caleg Partai Perindo.
Baca juga:
Mengurai Penggelembungan Suara di Desa Amahai dan Soahuku Maluku Tengah
KPU Tanggapi Perbedaan Perolehan Suara Caleg Perindo di Dapil Maluku Tengah 1
Sesama Caleg Partai Perindo Berselisih Soal Penambahan Suara Dapil Maluku Tengah 1
Penulis: Mimi Kartika.
Editor: Nur R.