JAKARTA, HUMAS MKRI – Mahkamah Konstitusi (MK) menolak seluruhnya Perkara 208-02-04-04/PHPU.DPR-DPRD-XXII/2024 yang diajukan oleh Mohamad Idris Laena yang merupakan Calon Anggota DPR dari Partai Politik Golongan Karya (Golkar).
Dalam pertimbangan hukum yang disampaikan oleh Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh, MK menyatakan setelah Mahkamah lebih lanjut memeriksa bukti Pemohon, menyandingkannya dengan bukti Termohon, Pihak Terkait, dan Bawaslu serta melakukan uji petik terhadap bukti berupa Model C.Hasil dari masing-masing TPS, Model D.Hasil Kecamatan serta bukti surat pernyataan saksi, telah ternyata Mahkamah tidak menemukan perbedaan perolehan suara yang diperoleh Golkar, Pemohon, maupun Pihak Terkait dalam Model C.Hasil dengan Model D.Hasil Kecamatan yang didalilkan oleh Pemohon.
Daniel melanjutkan terhadap pernyataan para saksi yang diajukan Pemohon yang pada pokoknya menyatakan bahwa saksi melihat langsung penghitungan suara di masing-masing TPS, saksi ditugaskan dan saksi juga melihat terjadi pemindahan suara Pemohon menjadi suara Partai Golkar karena adanya surat suara yang terdapat tanda coblos selain pada nomor/nama Pemohon juga tercoblos pada gambar/lambang Partai Golkar sehingga Pemohon menjadi kehilangan suara.
“Menurut Mahkamah, keterangan saksi-saksi tersebut tidak dapat meyakinkan Mahkamah bahwa telah terjadi pemindahan suara Pemohon kepada suara Partai Golkar akibat adanya dua tanda coblosan yang mengenai nama/nomor urut Pemohon maupun tanda/gambar Partai Golkar,” ujar Daniel.
Terlebih, sambung Daniel, Mahkamah tidak dapat menerima argumentasi Pemohon yang menyatakan adanya kesalahan sebagaimana yang didalilkan Pemohon banyak terjadi secara masif di tempat lain karena Pemohon tidak dapat mengajukan bukti berkenaan dengan dalil Pemohon a quo. Selain itu, Mahkamah menemukan berdasarkan bukti yang diajukan oleh Pihak Terkait berupa Formulir Catatan Kejadian Khusus dan/atau keberatan yang pada pokoknya tidak terdapat keberatan dari saksi Pemohon terkait dengan dalil yang diajukan oleh Pemohon. Hal ini juga didukung oleh laporan hasil pengawasan yang diserahkan Bawaslu yang pada pokoknya menyatakan tidak terdapat laporan saksi ataupun temuan Bawaslu pada proses pemungutan dan penghitungan suara pada tingkat TPS, tingkat kecamatan, tingkat kabupaten/kota maupun tingkat provinsi.
Sementara terhadap dalil Pemohon yang menyatakan tidak diberikannya Formulir C. Hasil Salinan kepada beberapa saksi partai politik yang menyebabkan saksi partai politik tidak memegang Formulir C. Hasil Salinan tersebut pada saat rekapitulasi kecamatan.
“Menurut Mahkamah Pemohon tidak secara jelas menyebutkan ada berapa orang saksi yang mengalami permasalahan tersebut, di TPS mana sajakah kejadian tersebut dialami oleh saksi. Selain itu, Pemohon juga tidak memberikan bukti dukung yang cukup untuk menguatkan dalil tersebut, oleh karena itu menurut Mahkamah dalil Pemohon tidak dapat dibuktikan kebenarannya,” ujar Daniel.
Sehingga, berdasarkan seluruh uraian pertimbangan hukum di atas, dalil Pemohon sepanjang pengurangan suara Pemohon yang disebabkan oleh kekurangpahaman KPPS dalam menentukan perolehan suara yang dicoblos oleh pemilih, yaitu jika pemilih mencoblos pada lambang partai politik atau kolom partai politik dan kemudian dicoblos juga salah satu nama caleg, maka menurut KPPS suara pemilih tersebut menjadi suara partai politik untuk pemilihan calon anggota DPR RI Daerah Pemilihan Riau II, adalah tidak beralasan menurut hukum.
Baca juga:
Form Keberatan Diabaikan, Caleg Golkar Minta Pembatalan Hasil Suara di Dapil Riau II
KPU Sebut Dalil Caleg Golkar Soal Dapil Riau II Mengada-ada
Sejumlah Ahli Hadir dalam Sidang PHPU Legislatif untuk Dapil Riau II
Sebelumnya, pada sidang pendahuluan, Pemohon mendalilkan terdapat perbedaan suara pemohon, dimana di dapil II Riau yang terdiri dari 5 (lima) kabupaten, yakni Kabupaten Kampar, Kabupaten Kuantan Singingi, Kabupaten Indragiri hulu, Kabupaten Indragiri Hilir, dan Kabupaten Pelalawan terdapat selisih suara 4.505 suara yang sesungguhnya merupakan suara pemohon. Terjadinya selisih tersebut disebabkan karena ada peristiwa di banyak TPS di lima kabupaten yang disebutkan tadi dimana model perhitungan yang dilakukan ada surat suara yang dicoblos maka perhitungannya dihitung sebagai suara partai. (*)
Penulis: Utami Argawati
Editor: Lulu Anjarsari P.
Humas: Fauzan Febriyan