JAKARTA, HUMAS MKRI – Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan Partai Nasdem sepanjang pemilihan umum calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat RI Daerah Pemilihan Jawa Barat I, pada Kamis (6/6/2024) di Ruang Sidang Pleno MK. Perkara Nomor 90-01-05-12/PHPU.DPR-DPRD-XXII/2024 diajukan oleh Partai NasDem.
MK dalam pertimbangan hukum yang disampaikan oleh Daniel Yusmic P. Foekh, menyatakan berdasarkan bukti dan fakta hukum yang terungkap Termohon telah menindaklanjuti Putusan Bawaslu a quo sesuai dengan apa yang diperintahkan, yaitu menyandingkan formulir Model C.Hasil dengan Model D.Hasil yang ada dalam Sirekap KPU di sejumlah TPS yang belum terkonfirmasi pada pemeriksaan pelanggaran administratif melalui acara cepat.
Adapun Putusan Bawaslu a quo tidak secara tegas memerintahkan kepada KPU untuk melakukan tindakan tertentu setelah dilakukannya pencermatan data yang termuat dalam Model C.Hasil dengan Model D.Hasil yang ada dalam Sirekap KPU. Terlebih penyandingan data dari Model C.Hasil dengan Model D.Hasil yang dalam Model C.Hasil dengan Model D.Hasil yang ada dalam Sirekap KPU.
Terlebih penyandingan data dari Model C.Hasil dengan Model D.Hasil yang diperintahkan oleh Putusan Bawaslu a quo telah ternyata mendasarkan pada Model C.Hasil dan Model D.Hasil yang terdapat dalam Sirekap KPU. Meskipun berkenaan dengan Sirekap, lanjut Daniel, Mahkamah telah berpendirian tidak dapat dijadikan rujukan resmi untuk dijadikan dasar dalam menentukan penghitungan suara secara manual berjenjang sampai tingkat nasional. Namun, oleh karena hal tersebut merupakan rekomendasi Bawaslu dan rekomendasi dimaksud telah ditindaklanjuti oleh Termohon, maka Mahkamah tidak dapat menilai hal tersebut lebih lanjut. Terlebih terhadap tindak lanjut yang telah dilakukan oleh Termohon, para pihak tidak ada yang keberatan.
Terlepas dari dalil Pemohon terkait Putusan Bawaslu sebagaimana telah Mahkamah pertimbangkan di atas, setelah Mahkamah memeriksa bukti yang diajukan Pemohon, Termohon, Pihak Terkait, dan Bawaslu serta melakukan uji petik terhadap bukti berupa Model D.Hasil.Kecamatan, Model C.Hasil, bukti catatan kejadian khusus, serta bukti berupa hasil pencermatan yang diajukanTermohon, pada TPS-TPS yang didalilkan telah terjadi pergeseran suara oleh Pemohon maupun penggelembungan suara Partai Golkar, telah ternyata Mahkamah menemukan fakta, bahwa data yang terdapat dalam Model C. Hasil Salinan-DPR telah bersesuaian dengan data yang terdapat dalam Model D. Hasil Kecamatan-DPR.
Andaipun data yang diperoleh terdapat perbedaan, setelah Mahkamah memeriksa hasil pencermatan yang dilakukan oleh Termohon sebagaimana tertuang dalam Surat Nomor 214/PL.01.8-SD/32/2024 dan kemudian menyandingkannya dengan bukti berupa Catatan Kejadian Khusus dan/atau keberatan saksi telah ternyata perbedaan data pada Model C.Hasil dan Model D.Hasil dalam Sirekap sebagaimana didalilkan oleh Pemohon tersebut telah terkonfirmasi dalam penghitunganperolehan suara secara berjenjang dan telah dituangkan dalam Model C Hasil dan Model D Hasil Kecamatan-DPR yang sah sebagai bukti utama penghitungan perolehan suara.
Terlebih, lanjut Daniel, berdasarkan beberapa catatan kejadian khusus dan keberatan saksi,Mahkamah menemukan fakta bahwa perubahan suara yang terjadi pada tingkat TPS ataupun pada rapat pleno tingkat kecamatan akibat adanya koreksi atau perbaikan, hasil koreksinya seringkali tidak terekam dalam data Sirekap.
Selain itu, sambung Daniel, Pemohon telah ternyata mendasarkan permohonannya dengan mendalilkan terdapat pengurangan suara Pemohon sebanyak 494 dan penambahan/penggelembungan suara Pihak Terkait I sebanyak 472 suara. Namun setelah Mahkamah mencermati baik bukti Pemohon,bukti Termohon, bukti Pihak Terkait I, dan bukti Bawaslu, Mahkamah tidak dapat menemukan bukti berupa Lampiran dari Putusan Bawaslu a quo. Sehingga oleh karena Pemohon mendalilkan perolehan angka tanpa diikuti oleh bukti yang cukup, maka Mahkamah tidak dapat meyakini kebenaran perolehan angka yang cukup, maka Mahkamah tidak dapat meyakini kebenaran perolehan angka yang didalilkan oleh Pemohon tersebut. Dengan demikian, berdasarkan uraian pertimbangan hukum tersebut, maka dalil Pemohon adalah tidak beralasan menurut hukum.
Terhadap seluruh pertimbangan hukum tersebut di atas, Mahkamah berpendapat dalil Pemohon sepanjang berkenaan dengan perolehan suara calon anggota DPR RI Dapil Jawa Barat I adalah tidak beralasan menurut hukum untuk seluruhnya.
“Terhadap dalil-dalil Pemohon selain dan selebihnya serta hal-hal lain yang berkaitan dengan Permohonan a quo, tidak dipertimbangkan lebih lanjut karena menurut Mahkamah tidak ada relevansinya, dan oleh karenanya harus dinyatakan pula tidak beralasan menurut hukum,” sebut Daniel.
Baca juga:
Suara Beralih ke Golkar, Partai NasDem Minta Batalkan Rekapitulasi Hasil Suara Dapil Jawa Barat
KPU Bantah Dalil Sengaja Langgar Asas Jurdil dalam Pileg Kota Bekasi 2
Ahli Partai NasDem: Penyelenggara Pemilu Harus Hormati Hukum
Sebelumnya, dalam sidang pendahuluan, Pemohon mendalilkan adanya selisih suara Partai NasDem di Daerah Pemilihan (Dapil) Jawa Barat (Jabar) I dikarenakan penggelembungan suara Partai Golkar dan penurunan (pengurangan) suara Partai Nasdem yang terjadi pada rapat pleno rekapitulasi hasil Pemilu 2024 pada tingkat kecamatan di beberapa PPK dalam wilayah Kota Bandung. Selain itu, Pemohon juga mendalilkan terjadinya pengurangan suara Pemohon dan penambahan suara Partai Persatuan Pembangunan di atas, telah merugikan perolehan suara Pemohon dan telah menjadikan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang memperoleh kursi untuk Pengisian Keanggotaan DPRD Kota Bekasi Dapil 2. (*)
Penulis: Utami Argawati
Editor: Lulu Anjarsari P.
Humas: Fauzan Febriyan